Kamis, 31 Oktober 2019

Gadis Impian (Eps 2)

by: Lilis Indrawati




Episode 1 https://mimpililis09.blogspot.com/2019/10/gadis-impian-eps-1.html

Richo sudah siap dengan penampilan sederhana yang disengaja, dan mondar-mandir di depan kos Sheila. Menit berlalu dan hampir 1 jam dia mondar-mandir, namun Sheila belum juga kelihatan berangkat kerja, padahal jarum jam sudah menunjukkan jam 08.30. Dan sayangnya, Richo tidak sempat menanyakan nomer handphone gadis tersebut.

Akhirnya masuklah dia ke  halaman kos Sheila. Hmmm.....halaman yang asri dan rapi, penghuninya putri semua. Sempat membaca ada aturan di kos ini, khusus kos putri dan single. Ada jam-jam tertentu untuk bertamu pula. Jadi penguninya ndak sembarangan, ada aturan ketat dari pemilik kos yang diterapkan dan wajib dipatuhi oleh penghuninya. Richo bertanya pada ibu-ibu yang lagi menyirami bunga-bunga dihalaman, sepertinya ini ibu yang bertanggunjawab atas kos-kosan ini.

"Pagi bu, apa saya bisa bertemu Sheila?" sapanya ramah.
"Pagi juga mas, oh mbak Sheila, ada....sepertinya lagi sakit, sebentar saya panggilkan, silahkan duduk. Sambut ibu itu dan mempersilahkan saya untuk duduk di ruang tamu yang sudah disediakan.

Sambil menunggu, aku mengamati sekeliling, ada sekitar 10 kamar di sini, kelihatan bersih dan nyaman. Semakin penasaran aku dengan gadis itu. Tak lama kemudian, gadis yang itupun muncul di depanku. 

"Hai, sapanya." Tak seperti biasanya energik dan lincah, pagi ini Sheila terlihat pucat dan kurang bergairah.

"Apa kamu sakit?" Tanyaku bodoh.
"Iya, begitulah. Sepertinya onderdil tubuhku minta istirahat. Sebenarnya sudah sejak 1 minggu yang lalu aku demam, tapi dengan minum obat penurun panas, demamnya datang dan pergi, tapi aku mengabaikannya.  Sejak semalam badakku panas banget. Jadi kuputuskan istirahat.

"Oh, ya sudah kalo begitu, kamu istirahat saja, aku pamit." ujarku dengan cepat.

"Dia mengangguk tanpa berkata apa-apa, sambil melangkah menuju kamarnya. Aku memperhatikan langkah gadis itu dari belakang, ketika tiba-tiba Sheila sempoyongan dan hampir ambruk, secepat kilat aku lari dan berusaha meraih tubuhnya sebelum jatuh ke lantai. dan astaga, dia pingsan, tanpa sengaja aku memegang tangan dan dahinya, panas banget suhunya.

"Bu, ibu, teriakku pada ibu kos yang masih asyik dengan tanaman-tanamannya. ibu itu menoleh dan berlari ke arah kami.

Ada apa ini, kok Sheila pingsan. Reflek aku memanggil go car, untuk membawanya ke rumah sakit terdekat, karena suhu tubuhnya yang tinggi, di tambah dengan ceritanya dia sudah panas sejak seminggu yang lalu. Tak lama kemudian Go Car datang, segera kami angkat Sheila dengan tubuh yang lemah dan belum sadarkan diri masuk ke dalam mobil. Saya ditemani ibu kos segera membawanya ke Rumah Sakit terdekat. Sepanjang perjalanan aku berdoa semoga semua segera membaik. Dalam haatiku yg terdalam aku tidak menginginkan sesuatu yang buruk terjadi pada gadis yang baru aku kenal, namun mampu menguasai hatiku.

Tak lama kami tiba di Rumah Sakit, segera Sheila mendapatkan penangana oleh paramedis. Kutekankan pada petugas di sana agar Sheila mendapatkan perawatan terbaik. Reflek ku katakan itu, lupa nih kalo sedang dalam penyamaran menjadi lelaki sederhana yang tak punya kuasa dana. Setelah menjalani pemeriksaan, kudapatkan keterangan bahwa Sheila harus rawat inap. Aku berunding dengan ibu kos, siapa yang bisa menemaninya di Rumah Sakit? Bu kos berjanji akan meminta penghuni kos untuk bergantian menjaga Sheila selama menjalani rawat Inap. Kasihan bener gadis ini, dia rela kerja demi untuk bisa mengenyam bangku kuliah. Dan sekarang dia terbaring lemah dengan selang di tangan kanannya.





#ODOPbatch7
#Day52
#Tantangan Pekan 8
#Episode 2 






Selasa, 29 Oktober 2019

Gadis Impian (Eps 1)

by: Lilis Indrawati



Ringkasan Cerita Sebelumnya https://mimpililis09.blogspot.com/2019/10/pengagum-mu.html

Ricko adalah pria tampan, berpendidikan dan kaya. Putra tunggal dari pemilik hotel Venus, dan sebagai direktur di perusahaan property yang ia rintis sejak masih kuliah. Ricko, ... di usianya yang menginjak 27 tahun mencintai secara diam-diam seorang gadis mandiri, cuek dan selalu mengerutkan dahinya, yang ia jumpai secara tidak sengaja di zebra cross sebuah perempatan.  Sheila nama gadis tersebut adalah seorang mahasiswi baru di sebuah kampus di Denpasar yang bekerja sambil kuliah. Ia selidiki secara sembunyi-sembunyi gadis tersebut ..... dan iapun jatuh cinta. Itulah tujuan dia berkelana ke seluruh kota di Indonesia. Menemukan calon pasangan hidup yang ikhlas mencintainya tanpa pamrih.


*******

Akhirnya Ricko mengikuti gadis yang dipanggil Sheila  menuju ke tempat tinggalnya. Di sebuah jalan yang tidak begitu ramai dan sangat tenang, di sanalah Sheila tinggal. Berdua dengan gadis seusianya yang juga masih kuliah tapi beda kampus,  mereka berdua menjadi penghuni kos-kosan mungil tapi bersih. Bagaimana cara gadis itu mengatur keuangannya, hingga bisa kuliah sambil bekerja? Pantas saja,  keningnya selalu berkerut dan judes. Justru di situlah Ricko jatuh hati dan semakin penasaran dengan sosok Sheila.

Secara diam-diam esok harinya, Ricko juga mencari tempat tinggal persis di depan kos-kosan Sheila. Untungnya masih ada 1 kamar kosong yang bisa ia tempati. Mobil yang biasa ia gunakan sementara dititipkan tantenya. Dan gantinya ia membeli sepada motor matic bekas. Dengan begitu Rocko merasa lebih leluasa mengenal lebih dekat gadis pujaannya dan melihat keseharian gadis tersebut. Pekerjaan ia serahkan sementara ke sahabatnya yang sangat dipercaya, Hudy, .... yang selalu ia  kontrol dan arahkan lewat gawai cerdasnya.

Pagi yang cerah, ... Ricko mulai petualangannya, menunggu gadis yang sudah menyita hatinya itu keluar rumah untuk menjalankan aktifitasnya. Tidak perlu menunggu lama, Sheila muncul dengan berjalan cepat menuju ujung jalan untuk mencari angkot menuju tempat kerjanya. Ia iringi langkah Sheila, dan mulai memperkenalkan diri.

"Hai nona, mau kemana?" sapanya dengan semanis mungkin.

"Hai juga, sepertinya kita pernah ketemu sebelumnya ya? Oh iya, bukankah anda pengendara mobil yang menerobos traffic light, dan hampir menabrakku?" pertanyaannya nyerocos kelihatan banget juteknya.

"Iya nona, maafkan ya, waktu itu terburu-buru harus jemput bos, saya sopirnya, kenalkan nama saya Ricko, nona siapa?" Aku menjawab pertanyaannya dan basa basi bertanya namanya, padahal aku sudah mencari tahu.

"Panggil saja Sheila, jangan nona. Lain kali kalau lampu merah jangan ngebut ya, kalo kecelakaan bagaimana?" cerocosnya.

"Baiklah, Sheila ...... mau ku antar?" aku menawarkan diri.

"Tak usahlah, aku sudah di tunggu abang angkot, sampai ketemu." tidak ada senyuman, yang ada dahi yang berkerut. Ia lincah masuk ke dalam angkot langganannya.

Setelah angkot yang di tumpanginya bergerak jauh meninggalkan jalanan kota di pagi hari, ku jalankan motorku mengikuti ke arah mana tujuan angkot itu. Ternyata menuju ke sebuah toko bahan-bahan kue yang lumayan besar. Dari jauh kulihat gadis itu turun dari angkot, dan bergabung dengan karyawan lainnya. Ooohhh, disini toh Sheila kerja, semangatnya itu yang membakar jiwaku, untuk bisa segera mendapatkan hatinya. Bismillah .... aku bertekad untuk menjadikan dia istriku, berjanji dalam hatiku, ingin mengajaknya bahagia mengarungi lautan kehidupan ini.

Tak berapa lama setelah mengamati toko tersebut, aku starter motor matic  dan kembali ke rumah tanteku, berencana untuk mengetahui perkembangan tender proyek melalui orang kepercayaanku. Juga mengabari orang tuaku, bahwa putranya ini  dalam keadaan baik-baik saja. 3 hari aku meninggalkan rumah tanpa mengabari mereka. Dan itu cukup membuat seisi rumah kalang kabut mengkhawatirkan keadaanku. 





#ODOPbatch7
#Day51
#Tantangan Pekan 8
#Episode 1 

Strategi Dagang Tetangga Depan

by: Lilis Indrawati




Tok .... tok .... tok ....., terdengar suara ketukan di pintu depan. Pasti ada seseorang yang mengetuknya, ketika aku lagi sibuk menyiapkan teh panas buat berbuka di Senin sore menjelang maghrib. 

"Ibu, bu ......" benar saja, itu suara tetangga depan rumah. Nggak hanya sekali ini saja tetangga yang satu ini nyelonong tiba-tiba ada di depan pintu. Aku nyebutnya nyelonong, karena walaupun pager sudah tergrendel tetap saja tetangga spesial ini bisa masuk.

"Iya, tunggu sebentar," sahutku dari dapur. Bergegas  kuraih kerudung di kursi ruang tengah., berjalan cepat membuka pintu dan mempersilahkan masuk. Sekilas terlihat tetangga spesial ini membawa 2 tas besar. Menebak-nebak  tujuannya datang ke rumah di sore hari. Hmmm ..... apal 😀

"Silahkan duduk  ma Daniel," begitu biasa aku memanggilnya. Ia seorang Chinesse, begitu juga suaminya. Di jalan lingkungan rumah ini penghuninya dari berbagai macam suku dan agama. Ada Bali asli, ada yang dari Jawa, dari NTT, Riau juga ada. Ada Islam, Kristen, Hindu, Budha. Bhinneka Tunggal Ika pokoknya. "Ada apa ya ma Daniel, bawa tas besar-besar ini isinya apa?" 

"Ini bu, spiku dan brownies, ibu beli ya. Papanya Daniel waktunya berobat malam nanti, dan saya belum ada uang." ucapnya sambil mengeluarkan dagangannya. Suaminya memang sudah 1 tahun belakangan ini terkena strooke, jadilah istrinya ini kerja sendiri. Sambil merawat suaminya, ia juga membesarkan anak semata wayangnya yang bernama Daniel.

Baiklah, l spiku 1, brownies 1 ya, buat teman minum teh." sahutku spontan, ketika terlihat ada logo hijau MUI di kemasannya. Karena suara adzan dari masjid yang terletak tidak jauh dari rumah mulai berkumandang, menyerukan panggilan bagi umat muslim untuk menunaikan kewajiban sholat maghrib. Suamiku yang sudah duduk manis di meja makan, pasti juga menunggu untuk segera berbuka, sebelum berangkat ke masjid.

Mengenai tetangga yang satu ini, aku hapal bener tipikalnya. Paling sering ke rumah yang tujuannya adalah nawarin dagangan. Bermacam-macam yang di tawarkan, dan dengan alasan tak kuasa menolak akhirnya memutuskan beli juga. Walau terkadang aku sendiri tidak membutuhkannya. Mungkin di mata mamanya Daniel ini aku ada sasaran yang tepat karena pasti membeli.

Pernah suatu ketika dia menawarkan microwave yang kecil kemungkinannya untuk ku beli. Pertimbangannya  adalah punya oven besar buat jualan, oven listrik juga punya, microwave walau kecil juga ada. Tapi dia tidak peduli, entah karena strategi marketingnya jitu atau karena alasan butuh duit segera, bolak-balik dia ke rumah yang selalu ku jawab tidak beserta alasannya. Kedatangan yang ke-4 kalinya dalam hari itu, dibawanya pula barangnya yang beratnya nggak ketulungan. Hingga akhirnya ku putuskan untuk membelinya, saat suamiku mengeluarkan dekritnya.

"Sudahlah beli saja, ini uangnya, kasihan juga bolak-balik." Sambil memberikan uang buat membayar microvawe itu kepadaku. Dan sampai sekarang, barang tersebut belum sekalipun di gunakan, karena tidak ada alasan untuk menggunakannya, jadi masih nangkring cantik di dapur itung-itung buat pemanis.

Lain waktu, ditawarinya televisi, alasannya selalu buat kebutuhan keluarganya, buat bayar sekolah, beli buku dan lain-lain. Yang jelas karena faktor tidak tega dan merasa kasihan, akhirnya membelinya juga. Akibatnya harus subsidi silang terhadap kebutuhan keluargaku sendiri. Pingin membantu tetangga yang lagi dibelit ketidakberuntungan hidup, itu sebenarnya alasan utama kami. Tetapi karena seringnya, itu yang membuat harus berani menolaknya kalo aku sendiripun tidak membutuhkan barang tersebut. Tidak seperti di awal-awal dulu, selalu berusaha untuk membelinya, sekarang menyesuaikan juga dengan kondisi dompet. Takutnya dompet semakin tipis sebelum gajian tiba, nah bisa masuk angin dompetnya dan meriang juga yang punya dompet. 😁






#ODOPbatch7
#Day50


Minggu, 27 Oktober 2019

Pesan Singkat

by: Lilis Indrawati





"Jam 01 malam nanti ku telepon, tolong angkatlah." Sebuah pesan WhatsApp masuk ke handphone Samsungku. Dari nomer telepon yang tidak terecord, aku bertanya dalam hati, ini siapa? Kulacak Photo Profile, tidak kutemukan photo dipasang di sana. Pertanyaanku tidak menemukan jawabannya. Dengan kepala yang terisi tanda tanya, kulanjutkan aktifitas kerjaku. Ini masih jam 03 sore, yang artinya 2 jam lagi jam kantor usai. 

Dengan langkah gontai, masih penasaran dengan sosok pengirim pesan singkat ke WA ku tadi siang, aku menuju parkiran di lantai bawah gedung ini. Gelap, karena letaknya yang tertutup dengan dinding-dinding gedung. Pengap, karena posisi parkir ada di basement. Entah tiba-tiba aku merasakan sesuatu berdesir di tengkukku, ah kuanggap semilir angin dari blower disamping jalan yang kulalui. Toh tidak sekali ini saja aku menuju area parkir ini. Setidaknya bisa 4 kali dalam 1 hari aku bolak-balik melewatinya. Mungkin karena pikiranku dipengaruhi pesan WA tadi.

Kusetir mobil langsung menuju rumah, lelah dan letih tiba-tiba menguasai raga ini. Alih-alih mau mampir ke Gramedia, menempuh perjalanan yang tidak begitu jauh ini saja aku rasanya menemui kebosanan yang berujung rasa pegal menyeruak ke dalam sendi-sendiku. Tiba-tiba kurasakan desiran itu lagi, desiran di tengkuk .... persis seperti di parkiran kantor tadi. Ah .... apa pula ini, kuputar lagu-lagu dari audio di mobilku. Kutancap gas di jalanan bypass, lirik lagu "Harusnya Aku" dari Armada menemani perjalanan ini hingga gerbang rumahku terlihat.

"Syukurlah sudah datang." sapa ibuku sesampainya aku memarkir mobil. Kucium tangan ibuku yang sudah mulai keriput, menunjukkan umur yng semakin menua.

"Memangnya ada apa bu?" kuajukan pertanyaan itu, karena tak kulihat siapapun di rumah kecuali ibuku dan bi Tami, asisten rumah tangga yang setia bersama ibu.

"Nggak ada apa-apa, hanya telepon yang berdering terus dari tadi, begitu diangkat tidak ada suara dari sana. Kupikir kamu yang menelepon." jelas ibu.

"Nita nggak ada telepon kok, dari kantor langsung nyetir, pingin cepet nyampai rumah, capek dan kangen ibu." Sambil ngomong kucium pipi ibuku yang juga sudah dipenuhi guratan-guratan halus seperti tangannya ..... usia yang jauh dari sebutan muda.

"Ya sudah, cepat mandi sana, trus beristirahat. Lagipula handphone kamu kenapa, ibu telepon dari 30 menit yang lalu tidak aktif." Seru ibuku sambil menatapku masuk ke dalam rumah dan menuju kamarku.


********

Selesai mandi, kami berkumpul di ruang keluarga. Seperti biasanya kami nonton TV serial India. Ini hiburan yang jadi penyemangat ibu dan bi Tami dalam menjalani hari demi hari. Kalo sudah asik dengan serial ini, mereka berdua tidak bakalan mau diajak keluar rumah sekedar jalan-jalan menikmati indahnya kota, ataupun hanya merasakan kuliner di sekitaran perumahan tempat kami tinggal.

Kami menempati rumah yang berhalaman luas ini sekitar 1 tahunan. Merupakan rumah dinas dari perusahaan tempatku bekerja. Kuajak ibuku untuk menemani, tak kan pernah ketinggalan bi Tami yang selalu setia ngikut kemanapun ibuku tinggal. Ada kang Udin yang datang pagi dan sorenya pulang. Tugasnya membantu bi Tami mengurus dan menjaga rumah ini. Tapi sudah 3 hari ini kang Udin tidak masuk kerja tanpa ada kabar beritanya.

Usai heboh dengan serial India, akupun menanyakan lagi kepada ibuku perihal telepon tadi sore. Karena aku merasa handponeku aktif terus, tapi kata ibuku berkali-kali di telepon nadanya tidak aktif. Menggabungkan desir di tengkukku yang kualami hingga 2x, telepon aktif yang dibilang gak bisa di hubungi dan telepon di rumah yang berdering tapi tidak ada suara, membuat aku jadi takut juga lama kelamaan. Dannn bulu kudukku berdiri.

Kukuat-kuatkan hatiku, kufokuskan pikiranku, bahwa ketakutan itu adanya di dalam hati masing-masing. Ketakutan itu jangan sampai bersemayan dan bermarkas di dalam hati dan jiwa manusia. Kubisikkan kata-kata itu berulang-ulang pada diriku sendiri. Buang jauh-jauh ketakutan itu. Aku tidak menceritakan hal ini pada ibuku dan bi Tami agar mereka berdua tenang.

Jam di dinding rumahku berdentang 11 kali, berkali-kali bi Tami menguap tak beraturan saking ngantuknya. Tapi tidak berani mendahului tidur ke empuknya kasur di kamar, sebelum ibuku menyelesaikan hiburannya, serial India. Aku pamit duluan masuk ke kamar untuk beristirahat, karena besok aku harus bangun pagi dan melanjutkan rutinitas ngantor seperti biasanya.

Aku melangkah ke peraduan, dan melupakan pesan singkat di WhatsAppku siang tadi.


*******

Aku terbangun karena  jam dinding di rumahku berdentang 1 kali, ya hanya 1 kali .... dan itu berarti ini sudah jam 01 tengah malam. Aku langsung teringat pesan di WA-ku tadi siang, entahlah ingat begitu saja. Belum sempat hilang rasa kaget dan heranku, tiba-tiba handphone bergetar. Sengaja kubuat getaran jika ada telepon masuk tidak mengganggu orang di sekitarku, dan sampai rumah aku lupa mengubahnya. Entah apa yang merasukiku, he he he kok jadi kayak judul lagu ya.

Dengan tangan gemetar akhirnya kuangkat juga handphoneku. Sambil aku atur dulu nafas di dadaku yang tak beraturan. Ternyata pengirim pesan WA itu menepati janjinya.

"Hallo, selamat malam. Dengan siapa ini? Dan ada apa kok telepon malam malam?" Pertanyaan itu keluar lancar begitu saja dari bibirku.

Kurasakan dari dalam handphoneku tidak ada suara apapun, hanya ada suara kresek...kresek...seperti suara gangguan signal. Semakin berdirilah bulu kudukku, ternyata aku ketakutan, ketakutan yang amat sangat. Lagi terdengar suara kresek-kresek itu semakin membesar volumenya, padahal aku tidak merasa membesarkan volume handphoneku.

"Dengan siapa ini?" Sedikit keberanian yang tersisa membawaku mengeluarkan pertanyaan ini. Dannn .... ada suara berat seorang lelaki disana, di sertai suara jeritan minta tolong seperti ada suara mobil yang menginjak rem hingga berdenyit.

Aku takut, teramat takut, reflek kubuang handphone ke kasur. Aku mundur beberapa langkah, mengatur nafas dalam-dalam dan berniat menyalakan lampu kamarku yang sedari tadi belum sempat kunyalakan. Bersamaan dengan nyalanya lampu di kamar, telepon rumahpun ikutan berdering.

Aku berlari ke arah telepon rumah itu di letakkan, .... di ruang tengah tidak jauh dari ruang keluarga tempat kami menonton serial India tadi sore. Dengan nafas yang tersengal-sengal naik turun, aku mengangkat gagang telepon sambil berharap itu telepon dari keluarga yang tinggal di luar kota.
Tapi ternyata itu suara Kang Udin, tukang kebun di rumah ini yang sudah 3 hari tidak masuk kerja.

"Halo non, ini saya Kang Udin, maafkan menelepon malam-malam." kata suara berat di seberang yang mirip dengan suara berat di handphoneku barusan.

"Iya kang, kenapa telepon malam-malam dan kenapa pula tidak menunggu pagi saja teleponnya." jawabku sekenanya. Belum sempat kulanjutkan pertanyaan yang berikutnya, dan telepon masih nempel di telingaku, aku dikejutkan dengan sesosok lelaki di pintu rumah dengan tubuh bersimbah darah, isi perut terburai tidak karuan dan tangan yang remuk, dialah kang Udin, aku masih mengenalinya dari wajahnya yang remuk tidak karuan. Juga dari baju kerja yang biasa dia kenakan ketika kerja sebagai tukang kebun di rumah dinas ini.

Dengan mata samar dan tubuh yang serasa melayang ringan, hatiku bertanya lantas siapakah yang di telepon yang sedang bicara denganku ini? Aku pun tidak ingat apa-apa lagi, pingsan.



******

Esok paginya aku terbangun dengan posisi di atas kasur kamarku, ada ibuku di sebelah ranjang dan juga bi Tami. Terlihat istri kang Udin juga ada di situ, sesenggukan menanyakan kemana suaminya sudah 3 hari tidak pulang ke rumah. Pikiranku langsung kalut tidak karuan. Aku bergegas merapikan baju dan menyisir rambutku.

Kusambar kunci mobil, kuajak ibu, bi Tami juga istri kang Udin, tujuannya Rumah Sakit terdekat. naluriku mengatakan bahwa kang Udin bisa jadi ada di Rumah Sakit tersebut dengan jasad yang tidak bisa dikenali akibat tertabrak truck gandeng ketika hendak berangkat kerja ke rumahku.

Sesampai di Rumah Sakit, terjawab semuanya, naluriku benar adanya. Innalillahiwa'innailaihi roji'uun. Semoga kamu tenang di alam sana kang. Selamat jalan. Dan kami mengurus jenazahnya hingga pemakaman, masih terbayang jelas wajah lugu kang Udin, yang sekarang tinggal kenangan. Hanya doa dari kami yang tulus ikhlas kami panjatkan.





#ODOPbatch7
#Day49




Kejujuran

by: Lilis Indrawati




Ini kejadian 5 tahun yang lalu, tapi baru terlintas lagi saat ini. Seperti biasanya dan seperti hari-hari kemarin, setiap kali belanja, membuka dompet, proses membayar dan akhirnya menerima kembalian disertai nota pembelian, demi efisiensi dan modal percaya, kembalian itu selalu langsung masuk ke dalam dompet, plung ........  tanpa sempat aku menghitungnya.

Begitupun, kejadian yang terjadi pada hari itu, aku biasa langganan beli pulsa di kios deket rumah. Pertimbangannya disamping kami bertetangga dan kenal baik, juga kios tetanggaku ini satu-satunya yang paling ramai di antara kios-kios penjual pulsa yang lainnya. Aku berniat beli pulsa 10 ribu dengan mennuliskan nomer telepon suamiku. Lalu kusodorkan uang 100 ribuan, dan dikasih kembalian beberapa lembar yang langsung aku terima tanpa menghitungnya.

Sesampai di rumah, suami menghampiri sambil  menanyakan kepadaku perihal pulsa yang masuk ke nomernya.

"Ma, kok pulsanya yang masuk 100 ribu, bukannya 10 ribu?" Tanya suamiku sesampai aku di hadapannya.

"Kok bisa?" Mama jelas lho bilang kalau beli pulsa 10 ribu. Dan kusodorkan uang lembaran merah 100 ribuan." jawabku. Akhirnya aku buka dompet juga, dan kuhitung lagi uang kembalian dari teteh yang punya kios pulsa barusan. Ternyata benar nggak salah, kembaliannya 88 ribu, tapi kenapa kok pulsa yang masuk 100 ribu. Jangan-jangan si teteh salah pencet nol ya ..... tebakku.

Akhirnya kutelepon teteh, kebetulan aku nyimpen nomer kontaknya, tak sampakan bahwa pulsa yang masuk 100 ribu dan bukan 10 ribu, disertai permintaan untuk tolong dicek kembali dan ku tunggu kabar selanjutnya. Kisaran 20 menit, teteh meneleponku. Dari seberang telepon teteh berkata:

"Maaf ya mbak, setelah aku cek di buku, juga saldo pulsaku, ternyata memang kami yang salah pencet, nolnya kebanyakan. Jadi pulsa yang masuk ke hape mbaknya 100 ribu." Jawabnya di sertai permintaan maaf.

"Oooo .... berarti sekarang aku yang punya utang 90 ribu ya teteh jadinya, sebentar aku tak balik ke kios kalo begitu." jawabku sambil mikir, wong harusnya jatah pulsa 10 ribu kok jadi 100 ribu. Di luar rencana keuangan ini.

Dan tetehpun menjawab: "Gak usah dibayar sekarang juga gak apa-apa mbak, lain kali saja, boleh kok, lagian juga kami yang salah."

"Biar tidak punya utang teteh, aku bayar saja sekarang, mohon ditunggu ya." jawabku. Walaupun ini bukan salahku dan pemilik kios memberi kelonggaran, tapi hutang ya hutang, secepatnya harus dibayar jika memang ada dana, itu yang selalu kami dahulukan.

Ini salah satu contoh kasus, bahwa dimanapun dan dalam kondisi bagaimanapun, kita harus menerapkan pola hidup jujur, setidaknya jujur pada diri sendiri. Pada kasus diatas, jika suamiku diam, aku gak bakalan tahu jika pulsa yang masuk lebih banyak. Dan jika aku tidak menanyakan ke pemilik kios pulsa, bisa jadi teteh juga tidak sadar kalau pulsa yang dia keluarkan kelebihan. Tapi apakah barakah hidup yang kita jalani jika seperti ini?

Mari kita berpikir, berapa sih untung dari berjualan pulsa? Aku yakin tidak banyak. Untung yang sedikit itupun masih bisa berkurang jikalau terjadi keteledoran semacam cerita di atas. Kan kasihan juga. Kita harus yakin bahwa rejeki sudah di pastikan sama Allah, makanya kita harus menjalaninya dengan ikhlas. Apa yang menjadi hak kita, tidak akan pernah tertukar dengan hak orang lain. 




#ODOPbatch7
#Day48





Sabtu, 26 Oktober 2019

Pengagum Mu

by: Lilis Indrawati



Bertahun-tahun aku mengaguminya, bertahun tahun pula aku menjadi penggemar rahasianya. Belum ada kesempatan untuk menyampaikan bahwa aku cinta banget sama dia. Kemandirian, kecantikan, kesederhanaan yang melekat padanya sungguh memikat dan mengikat hatiku. Dan selama itu pula dia tidak menyadarinya, bahwa ada pria tampan, berpendidikan dan kaya yang selalu memperhatikan semua pola kehidupannya. Pria itu adalah aku.


**********

Aku mengenalnya sebagai gadis yang kuliah sambil bekerja, kuliah di sebuah kampus swasta di sore hari dan bekerja sebagai tenaga administrasi di toko bahan-bahan kue. Ritme kehidupannya hanyalah kerja dan kuliah, kerja untuk membiayai kuliahnya dan kuliah untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Dia tinggal di sebuah kos-kostan di daerah Denpasar Utara. Gadis itu berjalan kaki ke toko tempat dia bekerja dan naik angkot menuju kampusnya di Denpasar Selatan.

Bagaimana aku bisa tahu tentang dia? Awalnya penasaran dengan gadis jutek tersebut, ketika kami berpapasan di zebra cross pertigaan jalan. gadis itu menyeberang setengah berlari dan aku menerobos traffic ligt yang menyala merah. Tak disangka dia tersenggol kendaraanku. Saking marahnya dia sama aku sampai-sampai bola matanya hampir keluar dari matanya yang sipit.

"Dasar Orang Kaya." gumamnya yang kubaca dari gerak mulutnya. Wajar dia marah, aku yang salah. Dan aku suka dengan caranya dia melotot, kecantikannya semakin terlihat. Parahnya rok yang dikenakannya robek. 

Karena waktu itu lampu sudah menyala hijau, aku lanjutkan mengemudi, ada petugas yang siap menilangku jika aku tak melarikan mobilku secepatnya. Setelah kejadian itu, asli aku kepikiran terus tentang sosok gadis yang kelak ku ketahui bernama Sheila itu, hmmm nama yang cantik, secantik rupa wajahnya. Esoknya di pertigaan yang sama aku sengaja nyanggong di sana dengan jam yang sama seperti kemarin. 16.45 WITA. Dan benar saja, sesosok tubuh mungil dengan kening berkerut, entah memikirkan apa, turun dari angkot berwarna biru. Langkahnya kelihatan terburu-buru dengan disertai larian kecil, membuat aku agak kerepotan juga untuk sekedar menanyakan basa-basi. Cuek banget sih ini gadis, padahal ada lelaki tampan di dekatnya yang sudah bersiap dengan senyuman termanis. Tapi dia tidak menghiraukannnya alias cuek. Aih ..... justru ini yang aku suka, bukan tipe gadis yang gampang digoda.

Akhirnya kuikuti saja langkah kakinya ke arah mana tujuannya. Eh, ternyata ke sebuah kampus kecil, yang terletak tidak jauh dari jalan raya tempat dia turun dari angkot. Selidik punya selidik, gadis itu mahasiswa baru di kampus yang terkenal dengan lulusannya sebagai sekretaris perusahaan yang handal. Nampak beberapa mahasiswi berpakaian rapi, satu persatu berdatangan meramaikan kampus khusus mahasiswa putri tersebut. Banyak yang cantik, naluri normalku sebagai lelaki mengakui itu. Namun gadis dengan kening yang selalu berkerut itu nampak lebih menarik hatiku dibandingkan dengan yang lain.


**********


Kuparkir roda empatku tidak jauh dari kampus dimana sesosok gadis yang beberapa hari ini menyita hampir 80% isi kepalaku. Pas di sana ada warung yang menjual beraneka macam jajanan dan minuman. Kupesan kopi dengan sedikit gula, sambil basa-basi ngobrol dengan ibu pemilik warung. 

"Ibu aslinya mana?" tanyaku sambil menyeruput kopi, ah enak benar rasa kopi ini, kopi Bali asli

"Saya dari Jember mas,"jawabnya sambil melayani pembeli yang lainnya

"Sudah lama bu, buka warung dekat kampus ini?" tanyaku diawal menyinggung tentang kampus dululah.

"Hampir 5 tahunan mas, Sabtu Minggu warung ini tutup di sorenya, karena perkuliahan juga libur, hanya pagi saja buka.

"Oooo, ibu kenal tidak dengan mahasiswi baru yang kuliah di situ bu?" Selidikku.

"Kalo mahasiswi baru nggak semua saya kenal mas, yang sering mampir kesini saja yang saya tahu, biasanya ada yang nunggu jemputan sambil beli minum."

Agak lama kami ngobrol ngalor ngidul nggak karuan. Aku lebih banyak jadi pendengar dari ibu pemilik warung, juga mendengarkan obrolan dari pembeli lain yang juga sama-sama penikmat kopi. Waktu berjalan berasa lamaaa sekali, hingga nyamuk-nyamuk mulai berseliweran mencari tempat yang empuk untuk jadi sasaran gigitannya.

Kampus mulai ramai dengan mahasiswi yang selesai dengan perkuliahannya. Satu persatu meninggalkan kampus, dengan kendaraan sendiri maupun dengan temannya. Mataku mencari satu persatu gadis yang membuatku penasaran tersebut. Namun belum juga kutemukan gadis jutek dengan kening berkerut tersebut. Tiba-tiba kemudian, ada suara memanggil.

"Sheila, tunggu ...... teriak salah satu mahasiswi memanggil nama Sheila. oh Sheila toh namanya,. Gadis bernama Sheila itupun menoleh, kelihatan banget kelelahan terpampar dari mukanya. Tak juga ada senyuman di bibirnya, benar-benar gadis ketus, senyum saja mahal, pikirku.

"Iya, .... ada apa?" Jawab gadis yang bernama Sheila

"Kamu pulangnya bareng aku saja ya, aku antar kamu sampe depan kost. Ini sudah malam, lagipula kita satu jalur."

"Baiklah, kamu baik banget sih," jawab gadis itu.

Akupun bergegas membayar kopiku, dan dengan langkah cepat menuju mobilku. Kuikuti kedua gadis yang berboncengan tersebut. Semoga rasa penasaranku mendapatkan jawabannya.




bersambung saja ya ....... 😀😀




#ODOPbatch7
#Day47




Kamis, 24 Oktober 2019

Jomblo

by: Lilis Indrawati




Aku kirim bahasa malam lewat goresan pena
Guratan senyummu melambai tepat ke arahku
Hatiku meringis ditemani kepedihan
Tak jua kutemukan tulang rusukku

Malam semakin angkuh
Tiupan angin  membuatnya bertambah pongah
Kurasakan sindiran halus dari sang pemilik malam
Jiwaku semakin meronta tanpa permisi

Kesendirian ini membuatku terasing
Dari hiruk pikuknya dunia
Ingin relung hatiku merasakan desiran
Entah kapan, akan menyapaku

Kubentangkan tanganku lebar
Berharap menyambut hadirmu
Dengan segenap keinginan yang terpendam
Kemanakah harus berlabu?

Rindu yang pernah ada
Kurawat sepenuh jiwa
Tak ingin lenyap dari hati yang kerontang
Masih tetap berharap dan menunggu hadirmu





#ODOPbatch7
#Day46



Rabu, 23 Oktober 2019

Jodoh Kedua Yang Tak diinginkan

by: Lilis Indrawati



   Mas Nadim, meneleponku dengan sangat tergopoh-gopoh dari seberang pulau sana, dari jarak ratusan kilometer, yang harus di tempuh dengan perjalanan darat berjam-jam lamanya. Tidak biasanya suamiku menelepon dengan suara berat dan parau seperti ini. Aku sangat mengenalnya, luar dalam, begitu juga dengan caranya menelponku kali ini, pasti ada hal besar dan penting yang harus segera disampaikan kepadaku, istrinya yang sudah dinikahinya 15 tahun lamanya, dan memberinya 5 orang anak. Akupun jadi ikutan panik dan tidak tenang, dengan pelan ku jawab teleponnya.

   "Wa'alaikumsalam, iya mas, ada apa? Tidak biasanya mas menelepon dengan berat begini?" balasku masih dengan suara sengaja pelan, untuk menenangkan suamiku juga.

   "Maafkan mas ya dek, sama sekali bukan keinginan mas ini, kamu harus percaya padaku," jawabnya disertai suara parau seperti menahan tangis.

     Ya Allah ... apa yang terjadi ini, sampai suamiku tidak kuasa menahan emosinya? Ada kejadian apa ini, tanyaku dalam hati. Sudah sejak 3 hari yang lalu suamiku ada urusan yang berhubungan dengan pekerjaannya di beberapa tempat di pulau seberang. Karena harus singgah di beberapa kota yang tidak memungkinkan ditempuh dengan perjalanan  udara, di putuskan untuk menyetir mobil sendiri. Yang kutahu ketika berangkat suamiku ditemani salah seorang koleganya. aku selalu berpesan untuk berhati-hati dalam perjalanan, beristirahatlah jika mengantuk. Dan persis ketika aku menerima teleponnya tadi, ini hari ketiga perjalanannya.

     "Tolong tenang dan bicara runut serta jelas mas, aku siap mendengarkan, ada apa? Mas sehat-sehat saja kan?' Anganku pun melayang tentang beberapa kecelakaan yang terjadi di jalan raya. Semakin gusar aku di buatnya.

      "Alhamdulillah mas sehat dek, tapi ........... " suaranya tercekat.

      "Tapi apa mas?" balasku dengan pikiran dipenuhi pertanyaan yang tidak karuan.

      "Lima jam yang lalu, aku menyetir mobil dengan sedikit mengantuk, pikirku sebentar lagi sampai di pelabuhan dan aku bisa istirahat tidur di fery. Tapi malang tak bisa di tolak, ada seorang bapak-bapak bersepeda ontel dengan rumput diboncengannya terserempet mobilku, dan bapak itu terjatuh ke kubangan parit yang lumayan dalam. Bapak itu akhirnya meninggal beberapa jam setelah  tiba di Rumah Sakit.Jadi bisa dikatakan meninggalnya bukan karena terserempet olehku, tapi karena kubangan itu." Jawab suamiku pelan, kelihatannya dia sudah sedikit tenang.

  "Innalillahiwa'innailaihi roji'uun. Semoga husnul khotimah, dan keluarganya dilimpahkan kesabaran. Lanjutkan mas ceritanya, terus harus bagaimana kita?" jawabku yang mengisyaratkan bahwa kami harus menemui keluarga korban dan bicara dari hati ke hati. Bahwa semua sudah menjadi ketentuan Allah.

    "Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, bapak itu memohon satu hal kepadaku, agar mau menikahi putri satu-satunya, karena dia merasa tidak akan bertahan hidup, sedangkan hanya dialah yang dimiliki oleh putrinya." Sampai pada permintaan ini suara suamiku kembali berat, tapi disini di gagang telepon yang masih menempel di telinga, hatiku yang berat, berat mendengarnya juga berat mengikhlaskan.

     "Ya Allah mas, apa tidak ada jalan lain? Kenapa juga harus menikahi putrinya?" Cerocosku sambil menangis, tamgisan yang aku sendiri tak tahu ke arah mana maksud dan tujuannya. Jelas ada ketidak relaan jika aku harus berbagi suami, siapapun dia dan faktor apapun. Tidak rela. Titik.

     "Ini jalan damai yang terbaik buat kita dek!" Mak jleb, kita? Kamu dan putri bapak itu kali mas, bukan terbaik buat aku. Aku sudah membayangkan putrinya itu pastilah cantik dan jelas masih muda, baru lulus dari pesantren pula, ku perkirakan usianya kisaran 20 tahunan. 

      "Kita? Apa maksudnya kita?" jawabku berubah ketus.

    "Aku telepon ini berniat mengabari, pernikahan akan dilangsungkan tidak kurang dari 1 jam kedapan, saat ini penghulu, saksi saksi dan lainnya sudah dikumpulkan, tinggal ijab kabul, cerita lengkapnya nanti setelah tiba di rumah." Jawab suamiku terburu buru dan segera menutup telepon, tanpa menunggu apa aku ini setuju ataukah tidak.



*********

     Jauh, nun jauh diseberang sana, dilangsungkanlah akah nikah antara Nadim suamiku dan Rohayah putri dari bapak yang diserempet suamiku, Kabarnya tidak ada baju pengantin maupun pelaminan. Yang ada hanya baju sehari hari yang dikenakan mereka berdua, wali nikah si bapak yang sedang sakaratul maut, ada penghulu dan beberapa saksi dari kampung bapak itu, dengan mas kawin uang tunai 1 juta rupiah. Sederhana.

     Dan akhirnya pernikahan itu pun syah menurut agama, tapi belum syah menurut hukum negara ini. Perlu beberapa dokumen sebagai syarat kelengkapan, dan itu butuh waktu beberapa hari ke depan. Mereka menamakan ini pernikahan darurat yang syah karena permintaan terakhir bapak itu melihat putrinya menikah dengan orang yang dia pilih, menurut penilaian bapak itu, anaknya akan dibahagiakan hidupnya dunia akherat. Hanya dengan modal yakin pada mas Nadim, bapak itu menyerahkan putrinya, di saat terakhir hembusan nafasnya. Resmilah sepasang suami istri tersebut, Nadim dan Rohayah.

Tibalah saatnya pemakaman, dan sebagai menantu baru satu-satunya, mas Nadim memimpin ketika si bapak malang ini dimandikan, menjadi imam sholat jenazah dan menjadi orang di barisan depan di pemakaman. Rohayah menangis dan menangis, dan suami yang baru dinikahi yang juga baru dikenalnya mendekap serta memeluknya, memberikan perlindungan batin, mendamaikan gejolak hatinya ditinggalkan orang tua satu-satunya itu.


***********

    Namun di sini, di rumah ini, hatiku dibakar api cemburu, ketidak relaan suamiku menikah lagi sangat jelas mengobrak abrik emosiku. Apa kekuranganku, apa dosaku, hingga ini harus terjadi padaku. bagaimana aku meyampaikan kabar ini pada keluarga besarku, pada ibuku, pada keluarga besar suamiku, pada ibunya yang sudah renta? Bagaimana aku harus bersikap pada tetanggaku, teman-temanku, ternyata suami yang selama ini aku banggakan justru membagi cinta dan hatinya pada perempuan lain yang usianya jauuuhhh dariku apalagi suamiku. 

    Bagimana dengan rekan-rekan kerja suamiku, pasti dalam hatinya mengolok-olok diriku sebagi istri yang tidak bisa menjaga suaminya, hingga menjadikan perempuan lain untuk dijadikan istri keduanya. Istri yang cantik, muda dan masih usia produktif, lulusan pesantren yang tentunya pandai mengaji. Malu yang tak mungkin bisa aku sembunyikan, walau di balik topeng sekalipun.

    Jam berganti jam dan aku tertidur dengan tangisan sembab yang terbawa sampai mimpi, hingga menjelang pagi ada suara bel berbunyi pertanda ada orang di depan pagar rumahku, Dengan sangat enggan karena suasan hati yang begitu tidak karuan, aku bangkit, berjalan pelan meraih kunci, dan tertatih ke halaman membuka pagar. Ternyata suamiku dan istri barunya yang langsung diboyongnya ke kota kami. Entah apa rencana selanjutnya, aku malas bertanya, batinku masih berperang melawan ketidakadilan ini. 

  Suamiku langsung masuk dengan memperkenalkan istri keduanya padaku, Jauh di luar bayangkanku, istri yang dikenalkannya ini berjilbab panjang tanpa make up, hitam dan dekil, Bukan tipe mas Nadim, jelas sekali bukan tipe suamiku, lha iya dari ceritanya kan ini pernikahan yang sebenarnya tidak diinginkan, tapi kecelakaan itu yang membuat suamiku dengan terpaksa harus menikahinya.

     "Maafkan mas ya dek, mas salah, tapi sungguh kamu harus percaya padaku." ucapnya sambil memelukku kemudian mencium kakiku. Entah mengapa emosi yang menguasaiku hari-hari kemarin sedikit menjauh dari ragaku.

     "Rohayah .... kenalkan ini istriku, sambungnya pada istri barunya." Rohayah langsung mencium tanganku disertai permintaan maaf, serta menjelaskan bahwa dirinya tidak mempunya siapapun selain mas Nadim dan keluarganya yang segera menjadi keluarganya juga.

     Rohayah kupersilahkan untuk beristirahat sejenak di kamar tamu yang kemungkinan menjadi kamarnya juga sementara ini, nunggu kelanjutan pembicaraan aku dan mas Nadim. Sementara Rohayah si maduku beristirahat, akau manfaatkan waktu untuk menanyakan lebih dalam dan lengkap asal muasal peristiwa ini.

     Usut punya usut ternyata Rohayah ini piatu sejak lahir, ibunya meninggal ketika melahirkan dirinya. Dan dia mempunya penyakit asma bawaan sejak lahir. Sejak usia 5 tahun bapaknya memasukkannya di sebuah pesantren tidak jauh dari rumahnya, hinggah saat ini dia bisa menghapal Al-Quran, ya Rohayah adalah seorang hafizah. Waktu usia 18 tahun ia menjalani operasi pengangkatan tumor di rahimnya hingga dokter memberikan kabar bahwa sulit baginya untuk bisa mempunyai anak dari rahimnya.

     Dari cerita suamiku juga aku tahu bahwa si bapak almarhum sempat menanyakan apakah suamiku sudah mempunyai istri dan juga anak? Yang langsung dijawab bahwa mas Nadim mempunya satu istri dengan dikaruniai 5 orang anak. Mendengar jawaban mas Nadim, bapak ini ikhlas menyerahkan putri tunggalnya pada sumiku dengan harapan bisa dijaga dan di bahagiakan dunia akherat, walau dengan keterbatasan yang putrinya miliki.

     Aku baru tahu dan menyadari semua ini, kami merasa menjadi orang pilihan yang langsung di tunjuk Allah untuk mengemban amanah ini. Sesakit apapun aku berbagi suami dengan Rohayah, toh itu jalan takdir yang harus kami lalui, bukan hasil dari main mata, main hati apalagi niatan untuk berpindah ke lain hati perempuan lain. Penampilan dan kepolosan Rohayah menjawab sejuta pertanyaanku. Suamiku bagiku tetaplah seorang suami yang bertanggung jawab dan sangat mencintaiku, serta menyayangi keluarganya. Perasaan berdosa menyelimuti hatiku.

     Akulah yang akan mengabarkan kejadian ini pada keluarga besarku dan keluarga besar suamiku, ikhlas aku menjalaninya, semoga dengan keikhlasanku ini menjadikan jalanku menuju pintu syurga terbuka lebar. Yang tadinya aku membingungkan gunjingan tetanggaku, teman-temanku, semua akan kuhadapi dengan senyuman termanis yng  aku persiapkan dari sekarang.

     Yang menjalani rumah tangga ini aku, suamiku, dan Rohayah ...  maduku, bukan orang lain. Hanya Allah tujuanku. Dan aku pulalah yang mengusulkan agar kita tinggal serumah. Lebih gampang bagiku dan suamiku mengontrol anak-anak, apalagi sekarang ada Rohayah yang bisa di ajak sebagai mitra dalam mendidik putra putri kami yang masih kecil-kecil. Tak perlulah  kami mencari guru ngaji dari luar, toh di dalam rumah kami ada seorang hafizah yang bisa mengajari anak-anak mengaji dengan ilmunya, tak perlulah aku mencari pengasuh yang berganti-ganti karena tidak sabarnya dalam mendampingi putra putri kami,   toh mereka semua dalam pengasuhan ibu kandungnya dan ibu sambungnya yang nantinya juga akan menyayangi mereka dengan sepenuh hati. Aku yakin itu. Karena kamilah keluarganya sekarang dan untuk masa yang akan datang.

Akan kuajari dia bagaimana caranya merawat diri, hingga secara fisik dia pantas berdiri di samping kami, akan kuperkenalkan dia dunia dapur, hingga di mahir membuat masakan yang disukai suami kami dan anak-anak kami, akan kuajarkan bagaimana mengelola keuangan jika aku dan mas Nadim harus keluar kota untuk suatu urusan. Akan kucarikan dokter terbaik agar kanker yang pernah di deritanya tidak menjalar ke bagian tubuh lainnya, dan kuajak ke dokter kandungan langgananku, apakah ada kemungkinan dia bisa mempunyai anak dari mas Nadim melalui rahimnya sendiri. InsyaAllah, semoga Allah memudahkan semua rencana-rencanaku ini.

Dalam doa malamku, semoga lingkungan keluarga sakinah yang kami ciptakan ini bisa membuat asma bawaan Rohayah sembuh, dan dia terus diberi kesehatan hingga bisa bersama sama mendampingi suamiku dan putra-putri kami. Sungguh aku menganggapnya bukan sebagai saingan tapi aku menganggapnya sebagai adek kandungku.







#ODOPbatch7
#Day45
#Tantangan Pekan Ketujuh











Pelakor itu ...... (Part 3)

by: Lilis Indrawati



     Rini menyebut nama Dewi, dan aku mulai mengingatnya. Dia termasuk sahabat akrabnya. Menurut pandanganku Dewi ini orangnya juga tidak macam-macam, sopan dan tidak ada unsur-unsur genit. Apalagi dengan menyandang predikat janda, sepertinya Dewi ini sangat menjaga sikapanya. Heran juga aku jika sekarang dialah pelakor dan penyebab kehancuran mahligai rumah tangga Rini.

       Aku menunggu cerita selanjutnya dari Rini, masih dengan hati yang dipenuhi tanda tanya tentang bagaimana sahabat akrab bisa berubah jadi perusak rumah tangga orang.
Dan diapun melanjutkan ceritanya dengan nafas yang berat.

      "Awalnya aku dan Dewi ini sering jalan bareng, cerita-cerita, waktu itu hanya dia teman yang bisa aku ajak kesana kemari jalan-jalan sambil mengisi waktu ketika suamiku bekerja dan anakku sekolah. Kamu juga sibuk kan Lis, jadi aku gak berani ganggu waktumu."

    "Oooo, iya." aku juga ingat betul belakangan ini aku disibukkan dengan urusan organisasi dan urusan mengunjungi anak-anakku yang menimba ilmu di luar pulau.

     "Pelampiasan untuk curhat dan menumpahkan bahagianya kehidupan rumah tanggaku akhirnya kuceritakan juga padanya, dan dia suka-suka saja mendengarkan ceritaku." lanjutnya.

       "Dan ditengah-tengah cerita-cerita itu Dewi selalu bilang bahwa enak sekali aku ini, punya suami baik, bertanggungjawab dan sangat menyayangiku." Sering juga dia bilang yang kuanggap sebagai bahan candaan dia untuk menggodaku Lis, Dewi bilang bahwa suatu saat akan di godanya mas Firmanku hingga si Dewi ini juga pingin merasakan kasih sayangnya mas Firman."
Dan aku menantangnya,"Coba aja kalo bisa, gak bakalan mas Firman berpaling dariku. Dewi merasa tertantang Lis, dan inilah hasilnya. Dia merebut suamiku, merebut segalanya dariku, bahkan dia tidak mau jadi istri kedua, Dewi ingin jadi istri tunggal dan mas Firman mengabulkannya dengan keinginannya menceraikanku Lis. Sekarang aku harus bagaiaman?"

      Ya Tuhan, beginikah awal mulanya toh! Betul-betul aku juga tidak menyangka, bagaimana seorang Dewi bisa meruntuhkan kesetiaan dan tanggung jawab mas Firman dan ingin menceraikannya begitu saja? Di balik kejadian ini banyak hikmah yang bisa kita petik. Tidak seharusnya kita mengumbar cerita tentang rumah tangga kita, baik itu cerita positif maupun cerita negatif. Apalagi menceritakan tentang kebaikan pasangan kita yang over story, sangat tidak dianjurkan. Apapun, itu mahligai perkawinan sepasang suami istri yang layaknya hanya bisa dirasakan dan dinikmati berdua, bukan untuk di umbar, baik itu sosial media maupun sahabat karibpun.

     Kalo kita menemukan teman berbagi yang tidak punya iri dengi maupun niatan busuk, itu lebih baik, tapi yang namanya manusia itu jelas bukan malaikat. Manusia punya nafsu duniawi yang jika tidak pandai mengendalikan, akan menjadi nafsu syetan. Seperti yang dialami Dewi pada rumah tangga Rini temannya yang juga temanku.

     "Nasi sudah menjadi bubur Rin, hanya kepasrahanlah yang bisa membuat kamu tenang dan bisa menerima segala ketentuanNya. Kita tidak tahu apa rencana Allah pada dirimu dan pada rumah tanggamu ke depannya. Teruslah berdo'a dan berdo'a. Itulah ucapan yang bisa aku sampaikan padanya.

Semua istri tentunya ingin melindungi rumah tangganya dari gangguan-gangguan yang tak diinginkan, tak terkecuali diriku. Dari itu mari kita sangat berhati-hati dalam segala ucapan dan tindakan. Berkeluh kesahlah pada Yang Mengatur Kehidupan di sepertiga malam, dan selalu bersyukurlah hanya pada Allah atas segala kebaikan yang sudah diberikanNya pada kita dan kehidupan perkawinan kita.

t a m a t




#ODOPbatch7
#Day 44








Nasi bungkus

by: Lilis Indrawati




Waktu jaman kos dulu, hampir tiap hari nasi bungkus menjadi menu utama kami anak-anak mahasiswa. Murah meriah, lauknya beragam, bisa pilih sesuai isi kantong. Saking seringnya, terkadang ngiri dengan teman yang tidak ngekos. Mereka ini keluarganya memang tingal di kota, dimana ia melanjutkan kuliah. Teman ini karena tinggal dengan keluargamya, menunya ya menu rumahan, makan setiap harinya masakan rumah. Beda dengan kami yang tinggal jauh dengan orang tua, makanya kami ngekos dan makannya lebih sering nasi bungkus.

Jika habis terima kiriman uang kami mencari makanan yang lebih lengkap dan makan di tempat, tapi tetep manajemen keuangan harus betul-betul menjadi perhatian utama, kalau tidak ingin isi dompet menipis sebelum kiriman uang bulan berkutnya datang, akibatnya bisa puasa sampe kiriman datang atau berhutang. Nah berhutang ini yang harus dihindari sedini mungkin.

Ternyata bener ya, kebahagiaan itu milik semua orang, siapa saja yang bisa meraihnya dengan cara menjalani secara ikhlas kemudian mensyukurinya, maka kebahagiaan akan menghampiri. Begitu juga dengan kisah nasi bungkus tadi, ternyata kami yang anak-anak kos ini merasakan kebosanan juga dan mulai iri hati dengan teman yang setiap hari tidak merasakannnya, karena mereka makan di rumahnya bersama keluarga tercinta.

Yang terjadi adalah, teman saya ini juga merasa iri melihat kami makan nasi bungkus, Kelihatannya enak bisa pilih lauk sesui selera, dia juga bosen dengan makanan rumahan yang dihidangkan setiap harinya dan pingin merasakan bagaimana nikmatnya menyantap nasi bungkus. Oalah, ternyata di luar bayangan kami yang menyandang predikat anak kos. Orang Jawa menyebutnya ini sawang sinawang yang berarti enak di mata orang lain belum tentu enak bagi yang menjalaninya.

Apapun itu harus di syukuri, baik kami sebagai anak kos, maupun teman saya yang bukan anak kos tersebut. Disanalah letak kebagaiaan. Nasehat ibu saya, jangan sampe berhutang, apa yang kita punya itulah yang harus di cukup-cukupkan. Allah memberi rejeki antara yang satu dengan yang lainnya itu berbeda-beda dan sudah dipastikan. Hendaknya memang kita tidak hidup melebihi pendapatan kita, Tetaplah hidup sederhana sesuai standart kita, bukan standart orang lain. Karena rejeki yang diberikan Allah itu cukup untuk hidup, bukan untuk gaya hidup.






#ODOP batch7
#Day43

Minggu, 20 Oktober 2019

Tukad Korea

by: Lilis Indrawati



Siapa yang tidak mengenal Bali? Bahkan di manca negara Bali lebih di kenal daripada Indonesia itu sendiri. Jika mendengar kata Bali pastilah ingin berwisata di pulau seribu pura ini. Keindahan tentang destinasi wisatanya membuat siapapun pasti ingin berlibur ke Bali. Maka bersyukurlah yang hidup dan tinggal di Bali, bagaimana tidak? Liburan di Bali adalah idaman setiapa orang, yang tinggal di Bali serasa berlibur terus tiada henti, karena setiap saat bisa menikmati keindahan pulau dewata.





Wisata Bali tidak hanya terkenal akan pantai dan pemandangan gunungnya, melainkan juga sungainya. Ada salah satu destinasi wisata yang wajib dikunjung yaitu Tukad Badung, kami menamainya sebagai Tukad Korea. Tukad dalam bahasa Bali yang berarti sungai. Ini di karenakan rancangan sungai ini konsepnya mirip dengan sungai yang ada di Seoul, Korea yaitu sungai Cheonggyecheon.

Sungai ini dirancang oleh pemerintah kota Denpasar dan dibuat semirip mungkin dengan yang ada di Korea, seperti taman, air mancur, pemasangan lampu-lampu, beberapa  fasilitas seperti tempat memancing, juga adanya jogging track yang panjangnya sekitar 120 meter. Sungai ini ada taman mini yang memiliki jalan setapak dengan lebar 2-3 meter. Ada beberapa foto tempat wisata yang ada di kota Denpasar yang di pasang di tembok tembok taman. Sungai ini dihias sangat rapi dan dibuat senyawan mungkin agar warga bisa berekreasi sekaligus melakukan beberapa aktivitas.




Lokasinya yang diapit dengan 2 pasar traditional, yaitu pasar seni Kumbasari dan pasar Badung, membuat tempat ini selalu ramai di kunjungi warga, wisatawan lokal maupun domestik. Ada jembatan yang menghubungkan kedua pasar ini. Warga sendiri sengaja memilih ke pasar ini di malam hari dengan tujuan bisa santai sejenak menikmati sungai yang sangat indah dan terjaga kebersihannya, baru setelahnya belanja kebutuhan dapur seperti sayur mayur, bumbu-bumbu dan ikan segar. Sungai ini memang akan tampak lebih indah ketika malam hari, karena banyaknya penerangan di malam hari, membuat kerlap-kerlip lampu yang sangat menarik dan sayang jika dilewatkan. Bersihnya aliran sungai dengan tambahan air mancur diterpa lampu, membuat suasana malam menjadi semakin indah. Banyak yang sengaja mengabadikan momen ini dengan berfoto bersama keluarga.




Bali sebagi tujuan wisata bagi wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara, pemerintah menghimbau warganya untuk selalu menjaga kebersihan di semua lini kehidupan. Tak terkecuali di Tukad Korea ini, walaupun lokasinya ada di tengah-tengah pasar, namun kebersihannya sangatlah terjaga, hingga siapapun yang berkunjung merasa nyaman dan ingin kembali lagi. Ini berkat kesadaran segenap warga untuk berpola hidup bersih, menjaga lingkungan dan membuang sampah pada tempatnya.

Nah, buat teman-teman yang ingin berwisata ke pulau Bali, sangat disarankan dan patut dicoba untuk mengunjungi wisata sungai Tukad Korea ini, dijamin akan bisa bergembira menikmati keindahan sungai tersebut, terutama di malam hari. Wisata yang menarik dan murah meriah.








#ODOPbatch7
#Day42

Baitul Arqam 'Aisyiyah

by: Lilis Indrawati




Baitul Arqam yang diselenggarakan oleh Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah Bali Majelis Dikdasmen bersinergi dengan Majelis Pembinaan Kader sebagai pengelola pada tanggal 18 - 20 Oktober 2019 hari Jumat - Ahad, mengambil tema "Dengan Semangat Baitul Arqam Kita Wujudkan Guru Kreatif Menuju Pendidikan Berkualitas dan Berkarakter", bertempat di salah satu amal usaha 'Aisyiyah yaitu di TK Percontohan 'Aisyiyah 3 Denpasar.

Kegiatan ini di ikuti oleh 125 peserta yang terdiri dari 97 guru TK 'Aisyiyah Bustanul Athfal dan 28 pengurus dari Pimpinan Daerah 'Aisyiyah Majelis Dikdasmen dari 7 Kabupaten/Kota di Bali.
Baitul Arqom adalah salah satu bentuk perkaderan 'Aisyiyah yang merupakan modifikasi atau penyesuaian dan penyederhanaan Darul Arqam Muhammadiyah. Berorientasi pada pembinaan ideologi dan kepemimpinan untuk menciptakan kesamaan dan kesatuan sikap, integritas, wawasan, cara berfikir dan cara bertindak di kalangan pimpinan maupun anggota dalam mewujudkan visi dan misi "Aisyiyah

Tujuan diselenggarakannya Baitul Arqam 'Aisyiyah bagi guru TK ABA adalah:
  1. Peserta memiliki pemahaman dan keyakinan yang benar terhadap ideologi Muhammadiyah.
  2. Peserta memiliki komitmen mengembangkan, mensosialisasikan, mempertahankan dan memperjuangkan ideologi Muhammadiyah.
  3. Peserta memiliki kesatuan sikap, integritas, wawasan, cara berfikir dan bertindak dalam mengembangkan visi dan misi 'Aisyiyah.
  4. peserta memiliki kemampuan, kecakapan dan semangat tinggi dalam mengimplementasikan nilai-nilai perjuangan Muhammadiyah melalui pendidikan di TK 'Aisyiyah Bustanul Athfal.
Adapun materi-materi yang diberikan pada Baitul Arqam bagi Pimpinan Amal Usaha dan guru TK ABA, yaitu:
  1. Sejarah Muhammadiyah/'Aisyiyah (Aminullah, S.Ag./Ketua PWM Bali)
  2. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (Ghozzi Habibullah, S. Pd.I., M.Pd.I./Majelis Tabligh PWM Bali)
  3. Dinamika Perjuangan 'Aisyiyah (Lilis Indrawati, SE, SH./Ketua Majelis Pembinaan Kader PWA Bali)
  4. Kepemimpinan Perempuan Dalam Islam (Ir. Takwalin, M.Pd.I./Ketua PWA Bali) 
  5. Konsep Keluarga Sakinah dan Implementasinya Dalam Program Pendidikan (Dra. Rahmani Siddiq, MA.(Koordinator Majelis Tabligh PWA Bali)
  6. Etos Kerja Dalam Mengemban Amanah Profesi (Fatmawati Abdullah, P.Si./Ketua Majelis Kesehatan PWA Bali)
  7. Pendidikan Berkarakter (Dr. Sri Maryati Deliana, M.Si./Ketua Program Studi S2 Universitas Negeri Semarang)

Disamping materi dasar, materi umum juga materi penunjang yang sudah di sebutkan diatas, juga ada materi lainnya yang diberikan untuk memperkaya wawasan, yaitu:
  1. Muhasabah
  2. Thaharatul Qulub
  3. Qiyamul Lail

Juga ada metode pelatihan diantaranya:
  1. Diskusi Kelompok
  2. Debating Games dan Ice Breaking
  3. Olah Raga pagi dan Out Bond
  4. Simulasi
  5. Gallery Sesson
Peserta sangat antusias dan berperan aktif dalam kegiatan ini, dilihat dari pada saat dibuka sesi tanya jawab, saling berebut untuk bisa menyampaikan beberapa pertanyaan. Begitu juga pada saat ta'aruf, karena ini peserta dari seluruh Bali, kemungkinan diantara peserta ada yang belum saling mengenal satu sama lain. Namun ta'aruf yang sesungguhnya bisa mengenal lebih dalam adalah pada saat menginap, berkumpul dalam satu ruangan dalam rangka menuju pulau kapuk. Dari kegiatan ini akan bisa di kenali bagaimana keseharian, sikap dan watak masing-masing peserta.

Juga dari kegiatan ini bisa diketahui, bagaimana dinamika 'Aisyiyah di daerah-daerah dan perjuangan 'Aisyiyah dalam perekrutan kader, hingga kegiatan-kegiatan yang diadakan untuk memajukan umat, terutama perempuan-perempuan di Bali.

Semangat terus wahai ibu-ibu 'Aisyiyah, teruslah bergerak dan jadilah perempuan berkemajuan.





#ODOPbatch7
#Day41

Jumat, 18 Oktober 2019

Pelakor Itu ...... (Part 2)

by: Lilis Indrawati



     Masih dengan emosi dan tangisan yang begitu menyedihkan di pandanganku, nafas yang tersengal tak beraturan kurasakan, aku pamit untuk mengambilkan air putih sebentar.
Aku kembali dengan segelas air putih di tanganku, kusodorkan pada Rini, agar sedikit mengurangi beban yang memenuhi dadanya.

     Perlahan kuberanikan untuk bertanya "Siapakah perempuan itu Rin? Yang begitu tega untuk menganbil suamimu sekaligus menghancurkan kehidupan rumah tanggamu?" Asli aku penasaran betul dengan sosok perempuan tersebut.

     "Kamu kenal Dewi kan Lis?" jawabnya dengan pelan.

     "Dewi? Teman kita? Yang dulu kamu kenalkan ke aku di pengajian itu kan?" tanyaku dengan mata sedikit melotot." Dewi ini statusnya adalah janda cerai tanpa anak.

     "Iya bener, awalnya dia sering komen di status FBku Lis, ketika aku pasang status bahagiaku bersama suami." 

     Rini ini termasuk tipe perempuan yang rajin pasang status di FBnya. Terutama tentang kemesraan antara dirinya dan suaminya. Pernah aku menasehatinya, jangan sering-sering mengumbar tentang kemesraan bersama pasangan, jadikan itu sebagai rahasia berdua, karena yang berteman dengan dia tidak hanya orang-orang yang suka dengan status tersebut, tapi ada juga yang tidak suka, atau pura-pura suka. Namun dia jawab bahwa itu sebagai bentuk cara dia mengungkapkan rasa bahagianya. Ketika kusinggung apa nggak khawatir ada yang pingin naksir suaminya, dia selalu bilang bahwa di hati suaminya hanya ada dia. Nah, sekarang apa yang terjadi?

     "Terus ceritanya bagaimana? awalnya hanya komen di FB kok sekarang jadi pelakor?" dengan tidak sabar aku menyebutnya langsung saja sebagai perebut istri orang atau pelakor.

     "Semenjak itu dia sering main ke rumah, bahkan terkadang seharian dia di rumahku. Aku tidak menyadari jika diam-diam dia menjerat suamiku." ceritanya

     "Terus kamu biarkan begitu saja?" timpalku.

     "Aku percaya sama suamiku Lis, sangat percaya bahwa dari perhatian dan tanggungjawabnya yang kurasakan selama ini, sangat tidak mungkin bagi suamiku untuk tergoda dengan wanita lain. Tapi ternyata itu salah. Kembali dia mewek.

Dalam hatiku aku menggumam, malang nian nasibmu kawan. Kamu sangat yakin dan percaya pada  sosok suamimu, hingga begitu bahagianya sampai apapun yang diberikan suamimu kepadamu tentang kasih sayangnya, tentang perhatian dan tanggung jawabnya selalu kamu pamerkan di FB. Tapi kamu tidak sadar bahwa di luar sana banyak perempuan yang pura-pura suka dan dia menginginkan suamimu. Perempuan yang awalnya baik namun karena rasa iri yang mengendap di hati atau bisa juga sakit hati dan pingin membuktikan sampai sejauh mana kesetiaan sang suami. Itu salah satu yang mendasari perempuan itu berubah menjadi pelakor.


bersambung .......




#ODOPbatch7#
#Day40







        


Predikat Yatim

by: Lilis Indrawati




       Pagi ini, di hari Ahad, kami komunitas ibu-ibu yang tergabung dalam sebuah kelompok pengajian mengadakan bhakti sosial, rangkaian sebelumnya sudah kami lalui. Tibalah acara puncak yang kami adakan di hari Ahad yang cerah ini. Pada puncak acara ini kami mengundang beberapa anak yatim yang selama ini ada dalam wadah anak asuh.

     Tibalah saatnya untuk penyerahan tali asih kepada beberapa anak yatim tersebut, di belakang mereka ada backdrop dengan tulisan besar "Bhakti Sosial Pemberian Tali Asih Kepada Anak Yatim." Ketua pengajian kami sudah siap di atas panggung untuk meyerahkan amplop dan bingkisan kepada mereka. Setelah semua sudah diserahkan, tibalah acara foto bersama. Dan sayalah yang dapat tugas untuk mengabadikan momen ini sebagai dokumentasi dan sebagai salah satu penunjang laporan.

    Ketika lagi bersiap untuk dokumentasi ini, tiba-tiba salah seorang dari mereka menghampiriku.

     "Di foto dulu ya bu? Untuk laporan nggih?" tanya salah satu dari 15 anak-anak yatim yang kita kumpulkan dalam acara siang amal ini.

      "Iya mas, kenapa? Suka ya di foto?" tanyaku masih dengan ketidak pekaan
     "Sangat suka sih bu, tapi tidak dalam predikat sebagai anak yatim yang lagi menerima santunan begini." jawabnya sopan dengan tatapan mata yang menghunjam ke dadaku. Makjleb. 

      Seketika itu juga  aku tersadar dari fenomena di depanku, mendadak mataku panas, bagaimana aku tidak peka dengan semua ini? Aku juga pernah merasakan bagaimana rasanya menjadi anak yatim. Walau dulu jamannya berfastabiqul khoirot tidak seperti sekarang, berloma-lomba dalam kebaikan jaman dulu  tidak semarak jaman sekarang.

     Tanpa disadari kita telah melukai perasaan anak-anak  tersebut. Akupun menangis dalam hati, ampuni kami nak, perasaanmu tercabik-cabik oleh ulah kami. Menyandang predikat yatim saja sudah membuat hidup kalian nelangsa, serasa berkurang, ditambah dengan perlakuan dari kami yang awalnya sama sekali tidak kami sadari. Akhirnya aku rangkul anak tersebut, sambil kubisikkan kata-kata, "foto ini hanya untuk mengisi album di rumah pengajian mas, bolehkan?"

Sepertinya dengan anggukan dan senyuman yang disunggingkan kepadaku, aku bisa menangkap isi hatinya, antara iya dan tidak, tapi akupun harus menjalankan tugasku sebagai sie dokumentasi. Nanti selesai acara ini, aku akan menyampaikan kepada forum peengajian, tentang kenyataan yang ada di hadapan kami semua.

Ada rasa malu dan seperti di eksploitasi pada diri dan kehidupan mereka,  didatangkan, di suruh naik panggung dengan disaksikan segenap undangan yang hadir, diberikan bingkisan dan di foto pula. Hal yang tanpa kita sadari membuat mereka seperti tidak di orangkan, ora di uwongke bahasa Jawanya. bayangkan jika kita ada di posisi mereka? Bagaimana rasanya diperlakukan seperti ini.

Menjadi yatim dan menjadi miskin jelas bukan pilihan mereka. Jika di suruh memilih, rasanya tidak ada yang dengan sengaja memilih keduanya. Jika tangan kanan memberi, tangan kiripun seyogyanya tidak boleh tahu, haruslah itu bukan hanya kalimat, tapi jadi acuan diri kita untuk beramal sholeh.
Dari pengalaman ini, ternyata menjadi manusia bijaksana juga tidak mudah, memberikan rasa nyaman kepada yatim, fakir dan miskin juga bukan perkara gampang, apalagi bersikap adil sesuai dengan pengamalan sila ke-5 Pancasila, "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia"
ini hanyalah contoh kecil di komunitas kecil dari rasa keadilan, apalagi jika dalam komunitas besar, Tentunya semakin hari kita harus berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih bijaksana.





"ODOPbatch7
"Day39



Rabu, 16 Oktober 2019

Pelakor itu ....

by: Lilis Indrawati




     Rutinitas pagi ini kunikmati seperti biasanya. Merapikan dapur dari berantakan menyiapkan sarapan anakku dan bekal makan siangnya di sekolah. Samar kudengar ada suara salam dan ketokan di pager rumahku.

     "Assalamu'alaikum".

Samar-samar  ucapan salam itu terdengar kembali, kali ini lebih jelas, suara seorang wanita yang terdengar parau. Siapakah yang bertamu sepagi ini? Tanyaku dalam hati. Begitu anakku berangkat sekolah dianter ayahnya yang juga sekalian berangkat kerja, pager kembali kugembok. Rumah kami tidaklah besar, tapi lumayan memanjang ke belakang. Sudah berapa kali ketika pager hanya kurapatkan, tiba-tiba sudah ada orang yang berdiri di depan pintu. Makanya suamiku sering berpesan, jika sendirian di rumah, sebaiknya pager di gembok saja. Jika ada yang bertandang ke rumah, kan pasti permisi atau ketok-ketok. Seperti pagi ini, kudengar suara salam itu kembali.

     "Wa'alaikum salam". jawabku dari dapur dengan sedikit kukeraskan suaraku. Bergegas kuraih kerudung di pegangan tangga. Kerudung yang sengaja kuletakkan di situ, berjaga-jaga jika ada tamu, sedangkan nyonya rumah masih berseragam daster. Tak lupa kuambil juga kunci pager yang ada di kotak khusus. Sambil berjalan ke halaman, aku bisa melihat wajah tamuku. Ternyata Rini, teman akrabku karena sering bertemu di sekolah, ketika anter dan jemput anak-anak kami yang masih duduk di Taman Kanak-Kanak.

     "Hai Rin," sapaku, "tumben sepagi ini kau datang, tidak biasanya, ada sesuatukah?" Kulanjutkan pertanyaanku sambil aku menutup pager kembali.

     "Iya Lis, maafkan jika aku mengganggumu, habis dari sekolah aku langsung kemari, aku pingin curhat tentang masalahku," jawabnya dengan mata yang mulai basah.
Curhat tentang apa ya? Sepagi ini dia sempatkan untuk menemuiku, pastilah sangat penting, pikirku. Dan tangisnya itu yang membuat aku penasaran.

     "Ayo masuk dan duduk dulu, kamu mau minum apa? Kubuatkan teh ya? Ada teh naga lho, kesukaanmu." Kataku sambil mempersilahkan dia duduk.

     "Boleh Lis, asal jangan terlalu repot, aku ke sini hanya ingin menceritakan masalahku, tolong dengarkan, katanya dengan mata yang sudah basah oleh buliran air mata.

Kubuatkan teh dan kusandingkan dengan pukis sebagai temannya. Aku ikut duduk di sampingnya dan bersiap mendengarkan ceritanya. Sebenarnya aku kurang begitu suka dengan curhatan teman-teman tentang beragam masalah kehidupannya. Terus terang, aku tipe perempuan yang ikut mikir juga jika sudah tahu jalan ceritanya, bahkan kadang itu menjadi beban pikiran tersendiri buatku. Tapi entah kenapa mereka lebih sreg untuk bercerita ke aku, dan aku tidak kuasa menolaknya.

     "Ayo cerita, ada apa?" Kusiapkan kupingku dan tissue untuk berjaga-jaga jika akupun ikutan mewek.

     "Semalam suamiku meminta ijin untuk menikah lagi Lis, betapa remuknya hatiku mendengar permintaannya, dia yang selama ini selalu romantis dan memperhatikan aku luar dalam, tega-teganya meminta itu dariku?" Kali ini dadanya berguncang dan tangisnya semakin membuat dia susah bicara meneruskan cerita isi hatinya. Aku juga kaget teramat sangat, karena kenal sama suaminya, orangnya ramah, sholeh dan sangat memanjakan Rini, dan sama anaknya .... sayang banget. Terkadang ada beberapa wali murid yang berkomentar tentang kehidupan Rini, ada yang ngiri namun ada juga yang ikutan seneng melihat kebahagiaan mereka.

Rini ini tipe perempuan yang manja sama suaminya, tapi bagiku wajar saja .... wong manjanya juga sama suami sendiri bukan suami orang. Dan suaminya juga kelihatan sangat menyayangi istrinya itu. Makanya heran juga aku mendengar cerita Rini.

Aku rengkuh tubuh langsingnya, kupeluk dia, seolah aku ingin memberi kekuatan padanya. Dia sangat terguncang dan entah apalagi yang berkecamuk di hatinya saat ini. Sesaat dia nampak lebih tenang, maka perlahan kulepaskan rangkulanku, kuberi ruang untuk menumpahkan segala permasalahan rumah tangganya, dan berharap itu bisa sedikit mengurangi bebannya.
Rini menghela nafas dalam dan panjang, sebelum dia lanjutkan ceritanya.

    "Aku nggak yakin bisa mempertahankan rumah tangga ini Lis,! Walaupun berat, namun ini keputusan terbaik, begitu kata suamiku."
     "Kenapa bisa begitu? Kalian masih bisa untuk merajut kembali kebahagiaan itu, berusahalah," kataku dengan gusar dan gemas.
     "Suamiku ingin berpoligami, dengan meminta ijinku Lis, itu sudah sejak 2 bulan yang lalu, dan aku minta waktu untuk berpikir, bagaimanapun aku harus menata segalanya, terutama hatiku, tidak semudah itu menjauhkan hatiku dari rasa cemburu untuk di madu."
    "Trus?" aku semakin gemas mendengarnya. Entah gemas dengan suaminya atau keputusannya. Akupun ikut meraskan betapa pedih luka hati Rini.
     "Dan semalam suamiku sudah berubah pikiran lagi, atas permintaan wanita idamannya, dia nggak mau dijadikan istri kedua, kamu tahu kan apa itu artinya?" Suamiku harus menceraikan aku, istri sahnya yang sudah memberinya 2 orang anak, dan sudah 9 tahun hidup bersama."

Kali ini dia menangis lagi, "Sudah tidak ada cinta lagi di hatinya untukku Lis, aku dianggap masa lalunya dan dia ingin merajut masa depannya bersama perempuan itu, perempuan yang sangat aku kenal, dan kamu juga mengenalnya Lis."

Ya Allah ..... semakin geregetan aku mendengarkan cerita ini, begitu dahsyatnya pengaruh perempuan itu dalam menggoda suaminya Rini, hingga tidak menyadari bahwa dia sudah menghancurkan mahligai perkawinan yang sudah terjalin hampir 10 tahun.
Dan yang membuat hatiku semakin kalang kabut, bahwa aku juga mengenal perempuan itu, yang kusebut dengan pelakor.

bersambung ................





#ODOPbatch7
#Day38




















Selasa, 15 Oktober 2019

Dapur

by: Lilis Indrawati




Di setiap rumah baik  besar maupun  mungil pasti mempunyai dapur. Karena dapur merupakan jantung dari sebuah rumah. Dapur biasanya letaknya ada di bagian rumah yang paling belakang. Tapi di era modern seperti saat ini dapur bisa saja ada di ruang tengah, samping bagian dalam rumah. Malah sering kita jumpai dapur ada setelah pintu masuk.

Dapur secara harafiah adalah suatu tempat, biasanya di dalam rumah, dimana seseorang melakukan aktifitas mengolah dan menyediakan bahan makanan tau pangan. Kegiatan ini dinamakan memasak. (Wikipedia) 


Di rumah saya sendiri, dapur ada di bagian belakang samping, Bagi saya dapur bukan hanya tempat yang bisa digunakan untuk kegiatan masak-memasak, mengolah makanan mentah menjadi makanan siap saji dan siap santap, tapi lebih dari itu, terkadang bisa saya gunakan untuk bercengkerama dengan anggota keluarga yang lain. Bahkan teman-teman saya lebih menyukai ngobrol di dapur ketika mereka berkunjung ke rumah saya. Mungkin karena pintu dapur saya lebih mudah di akses dibanding pintu ruang tamu, jadi lebih leluasa masuk lewat dapur,

Karena ada pengembangan fungsi dapur itu sendiri, jadinya dapur jaman sekarang agak berbeda dalam penataan interiornya, dibuat senyaman, serapi dan seindah mungkin. Karena dengan kenyamanan ketika kita ada di dapur, akan bisa membuat acara masak-memasak bukan hanya sebagai kewajiban menyiapakan makanan, tapi bisa sebagai sarana hiburan dan penyaluran hobi.  Dan jika dapur terlihat rapi, maka akan berpikir ulang untuk mengotori dan sembarangan dalam peletakan alat-alat dapurnya. Dengan keindahan akan membuat kita betah berlama-lama di dapur. Dan acara masak-memasak akan menjadi kegiatan yang menyenangkan. Hati senang akan berdampak pada cita rasa makanan yang dihasilkan. Boleh dibuktikan!

Walau dapur saya tidak secantik dapur yang ada di gambar-gambar, tapi saya sangat menyukainya. Di sanalah saya bisa berlama-lama menikmati kegiatan untuk membuat kue-kue pesanan pelanggan. Namun tidak setiap hari bisa melakukan kegiatan tersebut. Jangan karena dapur yang tidak sesuai keinginan hati, membuat kita jadi malas ke dapur. Setidaknya nikmatilah kegiatan di dapur walau hanya untuk merebus air dan membuat mie goreng. 😀😀





#ODOPbatch7
#Day37




Senin, 14 Oktober 2019

Plastik: Solusi dan Masalah

by: Lilis Indrawati




Disadari atau tidak di sadari, sekarang ini banyak sekali kita temukan barang-barang yang berbahan dasar plastik. Mengapa? Karena plastik murah dari segi harga dan tahan lama dalam penggunaannya. Baru kita tahu bahwa di rumah kitapun banyak sekali perabotan dapur  yang berbahan dasar plastik. Bahan dari plastik tidak dapat menyerap air atau tidak tembus air. Plastik pun mudah dibentuk dan ringan. Oleh karena itu plastik dapat di buat berbagai macam benda.

Plastik memberikan banyak manfaat, akan tetapi plastik juga dapat menimbulkan masalah. Plastik membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa terurai secara alami, sekitar puluhan bahkan ratusan tahun.



Saat ini permasalahan sampah plastik, merupakan pemasalahan lingkungan hidup yang dihadapi oleh masyarakat Bali, masyarakat Indonesia bahkan masyarakat dunia. Dampak negatif sampah berbahan plastik yang tidak ramah lingkungan, tidak hanya bisa merusak kesehatan manusia tapi juga bisa merusak lingkungan secara sistematis. Jika tidak dikelola secara serius, permasalahan sampah dan pencemarannya akan sangat berbahaya bagi kelanjutan planet di bumi ini. 

Di Bali sendiri ada Pergub No. 97 tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai, dan di Denpasar khususnya ada Perwali No. 36 tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Peraturan ini diterapkan di seluruh toko-toko besar dan kecil, pedagang besar maupun kecil. Masyarakat diajak untuk mendukung peraturan ini dengan membiasakan membawa kantong ramah lingkungan, menyiapkan dari rumah sebelum memutuskan untuk berbelanja. Awalnya karena belum terbiasa, reaksi masyarakat beraneka ragam. Tetapi lama kelamaan masyarakat akan terbiasa, karena kalo tidak di mulai dari diri sendiri, siapa lagi?

Untuk mengurangi sampah plastik, dapat dilakukan dengan 3 cara, yang lebih familiar dengan 3R. Cara tersebut, yaitu reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), dan recycle (mendaur ulang).

Reduce adalah mengurangi penggunaan plastik. Contohnya ketika  berbelanja membawa tas belanja sendiri, sehingga tidak perlu menggunakan kantong plastik.

Reuse adalah menggunakan dengan cara memanfaatkan kembali sampah plastik. Misalnya, sampah kemasan botol minuman, bekas tempat minyak goreng bisa digunakan untuk media pot dalam menanam tanaman.

Recycle adalah daur ulang sampah plastik. Contohnya menggunakan CD/DVD bekas sebagai tatakan gelas, tentunya perlu dilapisi dulu dengan kain-kain yang berwarna-warni, atau kertas kado pada kedua sisinya. Contoh yang paling mudah dilakukan adalah sampah dedaunan yang ada di halaman rumah bisa diolah menjadi kompos yang berguna kembali untuk tanaman.

Dengan kita berusaha menerapkan 3R diatas, kita dapat mengendalikan penggunaan sampah plastik dan pencemarannya terhadap lingkungan. Ini berarti kita sudah ikut memberikan sumbangsih untuk menurunkan pencemaran sampah plastik pada lingkungan hidup. Marilah kita wariskan lingkungan yang sehat buat generasi selanjutnya dengan ikut peduli dan mendukung program 3R. Kalo tidak dari sekarang, kapan lagi?





#ODOPbatch7
#Day36

DILARANG MISKIN

Karya Masrur Makmur, M.Pd. I & Moeslih Rosyid, SH, MM Tebal Buku 230 halaman Miskin kok di larang? Sebagaimana sebuah produk, apa...