Jumat, 18 Oktober 2019

Predikat Yatim

by: Lilis Indrawati




       Pagi ini, di hari Ahad, kami komunitas ibu-ibu yang tergabung dalam sebuah kelompok pengajian mengadakan bhakti sosial, rangkaian sebelumnya sudah kami lalui. Tibalah acara puncak yang kami adakan di hari Ahad yang cerah ini. Pada puncak acara ini kami mengundang beberapa anak yatim yang selama ini ada dalam wadah anak asuh.

     Tibalah saatnya untuk penyerahan tali asih kepada beberapa anak yatim tersebut, di belakang mereka ada backdrop dengan tulisan besar "Bhakti Sosial Pemberian Tali Asih Kepada Anak Yatim." Ketua pengajian kami sudah siap di atas panggung untuk meyerahkan amplop dan bingkisan kepada mereka. Setelah semua sudah diserahkan, tibalah acara foto bersama. Dan sayalah yang dapat tugas untuk mengabadikan momen ini sebagai dokumentasi dan sebagai salah satu penunjang laporan.

    Ketika lagi bersiap untuk dokumentasi ini, tiba-tiba salah seorang dari mereka menghampiriku.

     "Di foto dulu ya bu? Untuk laporan nggih?" tanya salah satu dari 15 anak-anak yatim yang kita kumpulkan dalam acara siang amal ini.

      "Iya mas, kenapa? Suka ya di foto?" tanyaku masih dengan ketidak pekaan
     "Sangat suka sih bu, tapi tidak dalam predikat sebagai anak yatim yang lagi menerima santunan begini." jawabnya sopan dengan tatapan mata yang menghunjam ke dadaku. Makjleb. 

      Seketika itu juga  aku tersadar dari fenomena di depanku, mendadak mataku panas, bagaimana aku tidak peka dengan semua ini? Aku juga pernah merasakan bagaimana rasanya menjadi anak yatim. Walau dulu jamannya berfastabiqul khoirot tidak seperti sekarang, berloma-lomba dalam kebaikan jaman dulu  tidak semarak jaman sekarang.

     Tanpa disadari kita telah melukai perasaan anak-anak  tersebut. Akupun menangis dalam hati, ampuni kami nak, perasaanmu tercabik-cabik oleh ulah kami. Menyandang predikat yatim saja sudah membuat hidup kalian nelangsa, serasa berkurang, ditambah dengan perlakuan dari kami yang awalnya sama sekali tidak kami sadari. Akhirnya aku rangkul anak tersebut, sambil kubisikkan kata-kata, "foto ini hanya untuk mengisi album di rumah pengajian mas, bolehkan?"

Sepertinya dengan anggukan dan senyuman yang disunggingkan kepadaku, aku bisa menangkap isi hatinya, antara iya dan tidak, tapi akupun harus menjalankan tugasku sebagai sie dokumentasi. Nanti selesai acara ini, aku akan menyampaikan kepada forum peengajian, tentang kenyataan yang ada di hadapan kami semua.

Ada rasa malu dan seperti di eksploitasi pada diri dan kehidupan mereka,  didatangkan, di suruh naik panggung dengan disaksikan segenap undangan yang hadir, diberikan bingkisan dan di foto pula. Hal yang tanpa kita sadari membuat mereka seperti tidak di orangkan, ora di uwongke bahasa Jawanya. bayangkan jika kita ada di posisi mereka? Bagaimana rasanya diperlakukan seperti ini.

Menjadi yatim dan menjadi miskin jelas bukan pilihan mereka. Jika di suruh memilih, rasanya tidak ada yang dengan sengaja memilih keduanya. Jika tangan kanan memberi, tangan kiripun seyogyanya tidak boleh tahu, haruslah itu bukan hanya kalimat, tapi jadi acuan diri kita untuk beramal sholeh.
Dari pengalaman ini, ternyata menjadi manusia bijaksana juga tidak mudah, memberikan rasa nyaman kepada yatim, fakir dan miskin juga bukan perkara gampang, apalagi bersikap adil sesuai dengan pengamalan sila ke-5 Pancasila, "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia"
ini hanyalah contoh kecil di komunitas kecil dari rasa keadilan, apalagi jika dalam komunitas besar, Tentunya semakin hari kita harus berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih bijaksana.





"ODOPbatch7
"Day39



6 komentar:

  1. Ya Allaah jleb juga saya Bu. Kadang jadi ngga peka begini, jangan2 anak2 yatim yg sering kita kasih santunan juga punya perasaan yg sama 😭😭

    BalasHapus
  2. Sering juga mengajak anak yatim dr panti asuhan untuk acara2 santunan atau sekadar makan bersama, tp ga pernah tau kalau dalam hati kecil mereka seperti itu..aq juga ga peka bun..semoga Allah melimpahkan kasih sayang kepada anak2 yatim ini. Allahumma amin

    BalasHapus
  3. Bener bangetz... Menjaga Keikhlasan beramal pada saat sekarang ini sungguh berat. Tantangannya juga berat

    BalasHapus
  4. Kadang memang lalai gitu bunda 😣 terima kasih sudah diingatkan

    BalasHapus
  5. Mestinya kita bisa memberi tanpa membuat malu yg menerima ya mb

    BalasHapus
  6. G pernah terpikir mbak, di saya pun tiap ada acara santunan yo mesti gini, pelajaran berharga banget ini mbak

    BalasHapus

DILARANG MISKIN

Karya Masrur Makmur, M.Pd. I & Moeslih Rosyid, SH, MM Tebal Buku 230 halaman Miskin kok di larang? Sebagaimana sebuah produk, apa...