Rabu, 16 Oktober 2019

Pelakor itu ....

by: Lilis Indrawati




     Rutinitas pagi ini kunikmati seperti biasanya. Merapikan dapur dari berantakan menyiapkan sarapan anakku dan bekal makan siangnya di sekolah. Samar kudengar ada suara salam dan ketokan di pager rumahku.

     "Assalamu'alaikum".

Samar-samar  ucapan salam itu terdengar kembali, kali ini lebih jelas, suara seorang wanita yang terdengar parau. Siapakah yang bertamu sepagi ini? Tanyaku dalam hati. Begitu anakku berangkat sekolah dianter ayahnya yang juga sekalian berangkat kerja, pager kembali kugembok. Rumah kami tidaklah besar, tapi lumayan memanjang ke belakang. Sudah berapa kali ketika pager hanya kurapatkan, tiba-tiba sudah ada orang yang berdiri di depan pintu. Makanya suamiku sering berpesan, jika sendirian di rumah, sebaiknya pager di gembok saja. Jika ada yang bertandang ke rumah, kan pasti permisi atau ketok-ketok. Seperti pagi ini, kudengar suara salam itu kembali.

     "Wa'alaikum salam". jawabku dari dapur dengan sedikit kukeraskan suaraku. Bergegas kuraih kerudung di pegangan tangga. Kerudung yang sengaja kuletakkan di situ, berjaga-jaga jika ada tamu, sedangkan nyonya rumah masih berseragam daster. Tak lupa kuambil juga kunci pager yang ada di kotak khusus. Sambil berjalan ke halaman, aku bisa melihat wajah tamuku. Ternyata Rini, teman akrabku karena sering bertemu di sekolah, ketika anter dan jemput anak-anak kami yang masih duduk di Taman Kanak-Kanak.

     "Hai Rin," sapaku, "tumben sepagi ini kau datang, tidak biasanya, ada sesuatukah?" Kulanjutkan pertanyaanku sambil aku menutup pager kembali.

     "Iya Lis, maafkan jika aku mengganggumu, habis dari sekolah aku langsung kemari, aku pingin curhat tentang masalahku," jawabnya dengan mata yang mulai basah.
Curhat tentang apa ya? Sepagi ini dia sempatkan untuk menemuiku, pastilah sangat penting, pikirku. Dan tangisnya itu yang membuat aku penasaran.

     "Ayo masuk dan duduk dulu, kamu mau minum apa? Kubuatkan teh ya? Ada teh naga lho, kesukaanmu." Kataku sambil mempersilahkan dia duduk.

     "Boleh Lis, asal jangan terlalu repot, aku ke sini hanya ingin menceritakan masalahku, tolong dengarkan, katanya dengan mata yang sudah basah oleh buliran air mata.

Kubuatkan teh dan kusandingkan dengan pukis sebagai temannya. Aku ikut duduk di sampingnya dan bersiap mendengarkan ceritanya. Sebenarnya aku kurang begitu suka dengan curhatan teman-teman tentang beragam masalah kehidupannya. Terus terang, aku tipe perempuan yang ikut mikir juga jika sudah tahu jalan ceritanya, bahkan kadang itu menjadi beban pikiran tersendiri buatku. Tapi entah kenapa mereka lebih sreg untuk bercerita ke aku, dan aku tidak kuasa menolaknya.

     "Ayo cerita, ada apa?" Kusiapkan kupingku dan tissue untuk berjaga-jaga jika akupun ikutan mewek.

     "Semalam suamiku meminta ijin untuk menikah lagi Lis, betapa remuknya hatiku mendengar permintaannya, dia yang selama ini selalu romantis dan memperhatikan aku luar dalam, tega-teganya meminta itu dariku?" Kali ini dadanya berguncang dan tangisnya semakin membuat dia susah bicara meneruskan cerita isi hatinya. Aku juga kaget teramat sangat, karena kenal sama suaminya, orangnya ramah, sholeh dan sangat memanjakan Rini, dan sama anaknya .... sayang banget. Terkadang ada beberapa wali murid yang berkomentar tentang kehidupan Rini, ada yang ngiri namun ada juga yang ikutan seneng melihat kebahagiaan mereka.

Rini ini tipe perempuan yang manja sama suaminya, tapi bagiku wajar saja .... wong manjanya juga sama suami sendiri bukan suami orang. Dan suaminya juga kelihatan sangat menyayangi istrinya itu. Makanya heran juga aku mendengar cerita Rini.

Aku rengkuh tubuh langsingnya, kupeluk dia, seolah aku ingin memberi kekuatan padanya. Dia sangat terguncang dan entah apalagi yang berkecamuk di hatinya saat ini. Sesaat dia nampak lebih tenang, maka perlahan kulepaskan rangkulanku, kuberi ruang untuk menumpahkan segala permasalahan rumah tangganya, dan berharap itu bisa sedikit mengurangi bebannya.
Rini menghela nafas dalam dan panjang, sebelum dia lanjutkan ceritanya.

    "Aku nggak yakin bisa mempertahankan rumah tangga ini Lis,! Walaupun berat, namun ini keputusan terbaik, begitu kata suamiku."
     "Kenapa bisa begitu? Kalian masih bisa untuk merajut kembali kebahagiaan itu, berusahalah," kataku dengan gusar dan gemas.
     "Suamiku ingin berpoligami, dengan meminta ijinku Lis, itu sudah sejak 2 bulan yang lalu, dan aku minta waktu untuk berpikir, bagaimanapun aku harus menata segalanya, terutama hatiku, tidak semudah itu menjauhkan hatiku dari rasa cemburu untuk di madu."
    "Trus?" aku semakin gemas mendengarnya. Entah gemas dengan suaminya atau keputusannya. Akupun ikut meraskan betapa pedih luka hati Rini.
     "Dan semalam suamiku sudah berubah pikiran lagi, atas permintaan wanita idamannya, dia nggak mau dijadikan istri kedua, kamu tahu kan apa itu artinya?" Suamiku harus menceraikan aku, istri sahnya yang sudah memberinya 2 orang anak, dan sudah 9 tahun hidup bersama."

Kali ini dia menangis lagi, "Sudah tidak ada cinta lagi di hatinya untukku Lis, aku dianggap masa lalunya dan dia ingin merajut masa depannya bersama perempuan itu, perempuan yang sangat aku kenal, dan kamu juga mengenalnya Lis."

Ya Allah ..... semakin geregetan aku mendengarkan cerita ini, begitu dahsyatnya pengaruh perempuan itu dalam menggoda suaminya Rini, hingga tidak menyadari bahwa dia sudah menghancurkan mahligai perkawinan yang sudah terjalin hampir 10 tahun.
Dan yang membuat hatiku semakin kalang kabut, bahwa aku juga mengenal perempuan itu, yang kusebut dengan pelakor.

bersambung ................





#ODOPbatch7
#Day38




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DILARANG MISKIN

Karya Masrur Makmur, M.Pd. I & Moeslih Rosyid, SH, MM Tebal Buku 230 halaman Miskin kok di larang? Sebagaimana sebuah produk, apa...