Sabtu, 28 September 2019

Berdamai dengan Hati

by: Lilis Indrawati




Jarum jam dinding di rumah Anita sudah menunjukkan angka 23.00 WITA. Sudah larut menurut ukuran kampung ini. Banyak penghuni perumahan yang sudah terlelap barangkali. Begitu juga penghuni rumah Anita sudah pada menikmati mimpi-mimpi indahnya. Hanya Anita yang belum bisa terlelap menikmati suasana malam yang dingin sehabis di sapa hujan sore tadi. Jangankan terlelap, duduk saja tidak tenang, ia terus mondar mandir, dan bolak balik membuka tirai jendela berwarna peach, warna favouritnya. Ia pasang telinga kuat-kuat untuk mendengarkan suara motor yang lewat. Dari kejauhan sayup-sayup deru motor memasuki gendang telinganya, langsung ia buka pintu rumahnya, namun bukan suara motor yang di nantikannya.

Anita melirik jam dinding lagi, sekarang angka sudah bergeser ke angka 24.00 WITA. Sudah sangat larut malam, kenapa suaminya belum juga kembali ke rumah ini? Rumah yang mereka tempati setahun belakangan. Desiran angin yang melewati celah-celah jendela, membuat Anita merasakan dinginnya udara di malam ini. Ia bergegas masuk ke kamar, tak berapa lama Anita keluar dengan jaket yang menutupi tubuh langsingnya. Lagi-lagi hatinya di penuhi berbagai macam kegundahan yang hanya berputar-putar dalam pusarannya.

Setahun ini, Anita mendapatkan promosi jabatan sebagai Manajer Operasional dari kantor tempatnya bekerja. Ia dan keluarganya harus pindah ke kota kecil di pulau seberang. Tidak masalah buat anak-anaknya karena mereka belum ada yang memasuki usia sekolah. Namun tidak begitu buat sesosok pria yang menikahinya lima tahun yang lalu. Melalui perdebatan yang rumit, akhirnya suaminya mengalah, menuruti permintaan istri tercinta untuk pindah ke kota ini, walau dengan hati yang berat.

Sebagai seorang suami, Agus merasa bahwa dirinyalah yang mempunyai kewajiban untuk menafkahi istri dan anak-anaknya. Namun tidak begitu dengan kehidupan perkawinan ini, semenjak Agus memutuskan mengundurkan diri dari tempatnya bekerja empat tahun yang lalu, istrinyalah yang menjadi tulang punggung di keluarga ini. Malu dan minder sebenarnya, Agus juga merasa kikuk jika harus menghadapi keluarga besar istrinya. Itulah yang Anita rasakan, dan terungkap dalam perdebatan sebelum suaminya memutuskan untuk mengikuti dirinya pindah tugas.

Anita sangat memahami kondisi ini, maka tidak sekalipun ia berani untuk membantah maupun melawan suaminya. Ia sangat menghormati dan mencintai laki-laki yang sudah menjadi ayah dari tiga anaknya. Rejeki sudah di atur oleh Sang Pencipta, mungkin kali ini rejeki itu hadir melalui dirinya. Toh tanggung jawab suaminya pada dirinya dan anak-anaknya sangatlah tinggi. Ia merasakan suaminya sangat mencintainya dan sangat menyayangi keluarga kecilnya. Kesetiaan suaminya, Anita tidak pernah meragukannya.

Tadi siang melalui sambungan telepon, suaminya memberitahu bahwa ada teman lamanya yang datang ke kota ini. Sebagai sahabat yang lama tidak bertemu, ia akan menemaninya berkeliling menikmati indahnya pulau ini. Tanpa sempat menanyakan perihal temannya itu, sambungan telepon terputus, Anita tidak bisa lagi menghubungi suaminya. Hingga ia pulang kantor, Agus belum pulang dari urusannya bersama sang teman lama. Ia sangat mencemaskan suaminya, berbagai macam pertanyaan membuncah dalam kepalanya. Rasa cemas dan khawatir berhasil menguasai dirinya.

Dannnn ........ jam dinding menunjukkan angka 01.00 WITA, Agus sang suami tak juga ada kabarnya ....

bersambung




#ODOPbatch7
#Day20



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DILARANG MISKIN

Karya Masrur Makmur, M.Pd. I & Moeslih Rosyid, SH, MM Tebal Buku 230 halaman Miskin kok di larang? Sebagaimana sebuah produk, apa...