Senin, 23 September 2019

Bapak

by: Lilis Indrawati


Aku duduk di taman halaman rumahku pagi ini, dengan secangkir kopi susu kesukaanku. Aroma seduhannya melewati indra penciumanku, masuk ke rongga rongga hidungku .... sedaaap. Ku sruput dan ku nikmati kopiku selagi masih panas panas dengan asap mengepul harum. Sejenak rasa hangat melewati tenggorokanku dan kerongkonganku. Ini salah satu karunia Allah yang bisa di nikmati di pagi yang cerah ini.

Ingatanku kembali ke masa masa 40 tahun silam. Bayangan laki laki tinggi besar, berkulit putih, rambut lurus dan bermata sipit sejenak menguasai pikiranku. Ku bayangkan wajahnya sesuai foto yang aku lihat di album keluarga, namun semakin ku bayangkan wajah itu semakin kabur dan lama lama menghilang. Ku coba lagi untuk menghadirkan kenangan itu, namun waktu sudah membuat ingatanku memudar dan membawa kenangan itu ikut bersamanya.  Sakit rasanya.

Sejenak aku terbuai oleh cerita-cerita masa lalu bersamamu dari ibuku dan itu berhasil membuat mataku panas, berkaca-kaca, dan akhirnya basah. Air mataku mengalir tanpa permisi kepada pemilik mata ini. Tidak banyak bahkan tidak ada yang ku ingat tentang kenangan bersama bapak di masa lampau.  Tidak ada  yang singgah di memoriku. Ini bukan air mata kesedihan, tapi ini adalah air mata kerinduan. Ya ..... kerinduan terhadap bapak yang tidak bisa ku rangkai kenangan bersamanya.

Aku sangat merindukan hadirmu, merindukan saat-saat kecil bersamamu, merindukan pelukan, dekapan dan perhatianmu. Aku sangat ingin merasakan laranganmu, sangat ingin merasakan marahmu jika aku nakal. Namun itu semua hanya impian, aku tidak pernah benar-benar merasakan masa masa kecil bersamamu, Tidak bisa merasakan tumbuh dewasa bersamamu. Ngiler melihat temanku diantar dan di jemput bapaknya dari sekolah. Aku merindukan saat saat itu hadir, walau hanya dalam mimpiku. Rindu tetaplah menjadi rindu yang tidak akan pernah merasakan obatnya.

Bapakku sudah menempati tempat terbaik di sisiNya, hanya doa yang bisa kupanjatkan. Bukankah doa anak untuk orang tuanya tidak berbatas apapun? Walau sekarang kita berada di dunia yang berbeda, kenangan-kenangan melalui cerita ibuku yang terangkai di hatiku, akan menjadi penyemangat hidupku. Menjadikan aku gadis yatim yang dipaksa berubah menjadi wanita tangguh, dan mandiri, karena tidak merasakan hadirnya bapak di kehidupannya.

Tak terasa kopi di cangkirku sudah sampai dasarnya, dan masih belum bisa ku temukan rangkaian wajah bapakku di anganku. Seandainya ada waktu sedikit saja untuk bertemu denganmu bapak, dan walau itu dalam mimpiku sekalipun, aku hanya menginginkan bagaimana hangatnya berada di pelukanmu dan nyamannya dekapanmu. Rindu tetaplah menjadi rindu yang ku simpan di sanubariku.



#ODOPbatch7
#Day15 


12 komentar:

  1. Daleeeem mba Lilis. Keep writing!
    Btw aku juga suka kopi susu 😁

    BalasHapus
  2. Waah keren mbak Lilis, aku mah dari dulu sukanya kopi pahitπŸ˜‚

    BalasHapus
  3. πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ˜πŸ˜πŸ˜

    BalasHapus
  4. Rindu yang sangat sulit untuk diobati, adalah saat merindu dan yang dirindukan sudah tidak ada di dunia ini... 😭

    BalasHapus
  5. beliau tetap ada Bu, ndak pergi kemana-kemana.. hanya pindah alam..

    BalasHapus
  6. Sedih... rindu... haru biru... tanpa terasa air mata menetes di pipi

    BalasHapus
  7. Ahhh, jadi pengen peluk bapakku, mba 😍😍

    BalasHapus
  8. Bapak, engkau memang cinta pertamaku 😍😍
    Semangattt nulisnya πŸ”₯πŸ”₯

    BalasHapus
  9. Semoga Allah tempatkan bapakny mbk lilis di surgaNya yg paling indah, mbak lilis dan keluarga senantiasa solid menjalani kehidupan semangattt mbakkk

    BalasHapus

DILARANG MISKIN

Karya Masrur Makmur, M.Pd. I & Moeslih Rosyid, SH, MM Tebal Buku 230 halaman Miskin kok di larang? Sebagaimana sebuah produk, apa...