Aku termenung dengan gagang telpon masih di tanganku, suara ibuku di seberang sana terdengar nyaring di gendang telingaku. Sejenak aku di kuasai emosi, bagaimanapun dia adalah cinta monyetku, cinta anak-anak yang boleh dibilang hanya sebagai teman dekat. Pertemanan istimewa di masa kecil, masa lampau itu sangat membekas di hatiku. Cinta pertamaku.
Anganku melayang ke-12 tahun yang lalu, kala itu aku baru lulus Sekolah Menengah Atas, aku meninggalkan tanah kelahiranku untuk merantau ke pulai seberang, lebih tepatnya ingin berlari dari ketidak adilan hidup yang aku alami. Aku berlari dari masalah keluarga besarku. Dan aku tidak sempat pamitan pada gadis teman istimewaku itu. Sekian bulan lamanya aku menutup diriku untuk menghubunginya. Sekian tahun kami tidak saling berkabar.
Aku ingin menata masa depanku, sebelum aku menggandengnya untuk mengarungi samudera kehidupan perkawinan. Aku tidak ingin mengajaknya dalam kesusahan materi duniawi, karena aku sangat menyayanginya. Dia teman SDku, yang tanpa diceritakanpun dia mengetahui semua lika-liku cerita keluarga besarku. Kehidupan sosial kami termasuk njomplang. Dia dari keluarga berada menurut ukuran saat itu, sedangkan aku anak seorang janda miskin yang untuk bisa bersekolah sampai SMA saja kita harus mengencangkan ikat pinggang dengan sangat kuat.
"Ndra, ijinkan ibu untuk menikah lagi ya nak!" Kamu dan adikmu sudah besar, ibu butuh teman.
Itu penggalan percakapanku dengan ibuku di pagi hari, tepat 2 hari setelah pengumuman kelulusanku. Percakapan yang selama ini tidak pernah aku inginkan, bahkan mengandaikannya pun tidak terlintas. Keputusan ibuku tidak bisa di tawar lagi, hingga akhirnya akupun menyetujuinya dengan berat hati.
Dalam hatiku aku tidak ingin berbagi ibuku dengan laki-laki lain yang harus aku panggil ayah. Tapi alasan ibuku adalah butuh teman dikala usia menua dan kedua anaknya sudah pada besar.
Persetujuan di hari itu, sekaligus membulatkan keputusanku untuk meninggalkan desa tercintaku, meninggalkan cinta monyetku tanpa sempat berpamitan sebelumnya. Tujuanku hanya fokus pada menata masa depan, mencari kerja di pagi hari sampe sore dan ambil kuliah di malam hari. Hidupku sehari-hari hanya kerja dan kuliah, tidak sempat memikirkan yang lain-lain. Aku ingin dipandang layak oleh keluarga teman istimewaku, dan dia tidak malu punya suami seperti aku.
Namun, setelah masa depan itu mulai tertata pelan tapi pasti, kabar dari telepon itu mematahkan semua anganku, mencabik-cabik perasaanku, hatiku terluka, pikiranku kacau. Dalam diam aku menangis cengeng. Ada sesal di dalamnya, ada pilu yang menyelip ke ulu hatiku, dannn itu sakiiit. Ibuku mengabarkan tentang pernikahan Ani, gadis cinta monyetku dengan Agus yang juga teman kecil kami dulu. Siapa yang nyangka bahwa Ani memutuskan menikah dengan Agus? Beruntungnya dia ..... mendapatkan Ani. Dan aku sangat cemburu.
"Andra .... kamu nggak apa-apa tah?" Suara nyaring ibuku menyadarkanku
"Nggak apa-apa bu, Andra hanya kaget dan ada sesal di hati, itu saja."
"Ikhlaskan nak, Ani bukan jodohmu,"
"Inggih bu," suaraku tidak setegar tadi.
"Kamu ternyata bisa nangis ya Ndra," ibuku suaranya juga ikutan berubah.
"Kapan pernikahnnya dilangsungkan bu?"
"Minggu depan Ndra."
Pernah sekali tempo ketika aku pulang kampung, sepupuku yang bernama mas Ryan menyinggung tentang hubungan kami, karena mas Ryan ini juga teman kami di masa kecil. Tapi saat itu aku merasa bahwa aku masih belum mapan, jadi kutunda untuk menemuinya. Namun menghadapi kabar yang aku terima, bener-bener hanya sesal yang ada. Niatku ingin mengajaknya bahagia dan menua bersama, sirna sudah, pupus sudah. Hatiku hening, pikiranku lemas, aku patah hati.
#ODOPbatch7
#Day34
Tidak ada komentar:
Posting Komentar